Renungan Hari Selasa 14 September 2021
Renungan Hari Selasa 14 September 2021
Anugerah keselamatan
Israel baru saja mengalami berkat dari bergantung penuh kepada Tuhan. Mereka berhasil mengalahkan Arad secara gemilang (1-3). Namun kemudian, hanya karena harus berjalan sedikit lebih jauh (4), mereka mulai lagi memrotes Musa.
Agaknya mereka tidak memahami kesabaran Musa terhadap Edom. Mereka lupa bahwa kemenangan atas Arad bukanlah hasil kehebatan mereka, tetapi merupakan karunia Tuhan.
Terang-terangan mereka “berkata-kata melawan Allah dan Musa” (5). Seperti para orang tua mereka, mereka menyesali kebebasan dari Mesir serta menggerutu tentang kekurangan makanan dan air.
Mereka juga mengeluarkan ucapan yang lebih jahat daripada ucapan orang tua mereka. Sungguh terbalik dari sikap takut kepada Tuhan dan Musa, yang mereka tunjukkan pada Kel. 14:31. Mereka tidak menghargai pemeliharaan Tuhan yang luar biasa.
Mereka menyambut manna sebagai makanan hambar yang memuakkan (5). Perkataan “tidak ada air” kontradiksi dengan nyanyian mereka di ay. 17-18. Ini menunjukkan bahwa keluhan mereka sesungguhnya tidak berdasar.
Kali ini Tuhan menghukum mereka dengan mengirim ular-ular tedung untuk memagut mereka sampai mati (6). Karena menghina pemberian surgawi, mereka harus menerima pemberian dari bumi yang mematikan. Segera mereka bertobat dan meminta Musa untuk berdoa bagi mereka (7).
Lalu Tuhan menyuruh Musa untuk membuat tiruan ular tedung dan menaruhnya pada sebuah tiang. Setiap orang yang terkena bisa ular itu, akan tetap hidup bila melihatnya (8-9). Prinsipnya, pertolongan Tuhan tidak berlaku otomatis. Hanya jika merespons firman Tuhan dengan iman yang taat, pertolongan Tuhan akan mereka terima.
Demikian juga dengan anugerah keselamatan dari Allah dalam Tuhan Yesus Kristus, tersedia bagi siapa saja yang menyadari diri berdosa. Anak Manusia telah ditinggikan di kayu salib supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup kekal (Yoh. 3:14-15).
Mazmur: Mendengar dan meneruskan yang didengar.
Setiap hari terdapat begitu banyak hal yang dapat kita dengar ataupun ucapkan, yang akan mewarnai hidup kita. Semuanya itu merupakan pilihan bagi kita untuk menentukan dengan apakah kita akan mewarnai hidup kita.
Mazmur ini merupakan catatan yang luar biasa dari generasi ke generasi, yang mengarahkan telinga dan mulut Israel kepada ajaran- ajaran Tuhan. Dalam mazmur ini Israel diingatkan untuk mempertahankan Taurat Tuhan, tidak melupakan perbuatan-Nya, dan tidak memberontak terhadap-Nya.
Mereka diperingatkan untuk tidak mengulangi perbuatan nenek moyang mereka yang telah memberontak dan mengeraskan hati di padang gurun, sehingga Allah membinasakan mereka.
Asaf memanggil Israel untuk mendengar pengajarannya (ayat 1, 4) dan terus mengajarkannya kepada generasi yang akan datang (ayat 5, 6). Hal ini direncanakan Tuhan agar Israel dapat mempercayai Dia dan mematuhi perintah-perintah yang diberikan-Nya (ayat 7), sehingga Israel tidak jatuh ke dalam ketidakpercayaan dan pemberontakan seperti nenek moyang mereka (ayat 8).
Pemberontakan seperti ini telah mewarnai sejarah perjalanan Israel bersama dengan Allah, sejak mereka berada di padang gurun. Contoh ketidaktaatan ini nyata dalam kehidupan kerajaan utara yang mengabaikan perjanjian mereka dengan Tuhan (ayat 10) dan melupakan karya penyelamatan-Nya (ayat 11).
Melalui mazmur ini kita dapat melihat bahwa kegagalan sejarah Israel yang diwarnai dengan pemberontakan nenek moyang mereka disebabkan karena: [1] mereka gagal untuk setia mendengar ajaran yang telah diwariskan oleh generasi sebelumnya, dan [2] mereka mengabaikan sejarah karya Allah yang dahsyat dalam perjalanan hidup mereka. Ikatan perjanjian Allah dengan umat-Nya penting dihayati oleh semua umat turun-temurun, dari generasi ke generasi.
Kasih setia Tuhan tidak bergeser.
Mazmur ini mengajak Israel untuk mengingat kembali campur tangan Tuhan kepada nenek moyang mereka pada peristiwa Keluaran, ketika mereka gagal menaati Tuhan di padang gurun. Pemazmur mengajak Israel untuk mengingat bagaimana Tuhan menimpakan tulah atas Mesir (ayat 43-51), memimpin mereka melintasi Laut Merah dan padang gurun (ayat 13, 52, 53), dan memasuki serta menduduki tanah Kanaan (ayat 54-55).
Namun demikian Israel memberontak terhadap Allah, mengharapkan Tuhan melakukan keajaiban-keajaiban ketika mereka tidak menaati kehendak-Nya (ayat 17-20), meragukan kemampuan-Nya (ayat 22), dan mencobai Dia (ayat 41).
Sebagai respons atas keluhan Israel, Tuhan mengirimkan api yang menimpa mereka (ayat 21), menghujani mereka dengan manna (ayat 23- 25), mengirimkan burung puyuh melalui angin tenggara (ayat 26-29), dan membunuh mereka yang dengan kerakusannya memberontak kepada Tuhan (ayat 30-31).
Namun demikian mereka tetap berbuat dosa, tidak percaya, memperdaya Tuhan dengan mulut mereka, dan tidak setia kepada perjanjian Allah (ayat 32, 36, 37). Namun Tuhan yang penyayang mengampuni kesalahan mereka, tidak memusnahkan mereka, menahan murka-Nya, dan tidak membangkitkan segenap amarah-Nya (ayat 38), karena Ia mengingat kesementaraan mereka (ayat 39).
Kesetiaan Tuhan tidaklah bergantung kepada kesetiaan umat-Nya. Ia tetap setia ketika umat-Nya mengingkari-Nya. Ia tetap mengingat umat-Nya, sekalipun umat-Nya tidak lagi mengingat-Nya. Ia menghajar mereka sebagai tindakan pendisiplinan, namun tidak menarik kebaikan-Nya terhadap mereka.
Yang memungkinkan Israel menjadi umat Allah bukanlah jasa, kebaikan, ataupun kelebihan mereka, melainkan kasih setia Tuhan yang tidak pernah bergeser dari kehidupan mereka. Demikian juga dengan kita. Yang memungkinkan kita tetap setia kepada Tuhan bukanlah diri kita sendiri, melainkan kasih setia Tuhan yang tidak pernah bergeser dari hidup kita.
Renungkan: Karakteristik kesetiaan manusia sedemikian rapuh, tetapi kasih setia Tuhan tidak berubah dan tetap teguh selama-lamanya. Inilah yang menjadi jaminan bagi kita untuk tetap menjadi umat-Nya.
Renungkan bagaimana keagungan kesetiaan Tuhan menopang dan menguatkan Anda! Paulus dalam bacaan kedua, Murid Kristus mengutamakan orang lain. Orang Kristen hendaknya mengutamakan orang lain, sehati, sepikir dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan (ayat 1-4). Paulus ingin orang percaya di Filipi berbeda dari orang yang tidak percaya, yang hanya mementingkan diri sendiri.
Di dalam Kristus, egoisme, individualisme tidak mendapat tempat. Sebaliknya di dalam Kristus orang akan rela untuk saling menasehati, menghiburkan, bersekutu dalam Roh, mengobarkan kasih mesra dan belas kasihan.
Hidup Yesus memberdayakan jemaat. Jemaat ada, umat Kristen beroleh iman dan jatidirinya disebabkan oleh langkah-langkah ketaatan Yesus Kristus seperti yang nyata di dalam inkarnasi, kematian dan kebangkitan-Nya. Pengosongan diri Kristus itu telah memungkinkan terwujudnya keselamatan (ayat 5-10).
Pengosongan diri Kristus itu hendaknya kini memberdayakan semua orang Kristen untuk memiliki prinsip hidup yang sama secara nyata. Hidup Kristus itu berkuasa untuk mengubah kita yang beriman kepada-Nya untuk menolak pementingan diri sendiri, demi untuk menyukakan hati Allah.
Renungkan: Semangat Kristus adalah melayani, bukan dilayani. Adakah semangat demikian dalam hidup kita?
Injil hari ini, Berilah tanggapan yang tepat!
Yesus menerangkan bahwa “Dilahirkan kembali” bukanlah masalah fisik, melainkan tentang memasuki kehidupan baru sebagai hasil karya ajaib Roh Kudus. Memasuki kehidupan kekal ini dimungkinkan oleh pengorbanan Kristus di kayu salib.
Ia menanggung hukuman untuk menggantikan manusia yang berdosa. Akan tetapi, hal ini sulit dipahami Nikodemus. Maka Tuhan Yesus mengambil suatu kisah dalam Perjanjian Lama, untuk menolong Nikodemus memahami hal tersebut.
Sebagai seorang Farisi, Nikodemus tentu akrab dengan Perjanjian Lama yang di dalamnya termasuk juga kitab-kitab Taurat. Ia tentu tahu kisah ular di padang gurun (Bil. 21:4-9). Yesus mengibaratkan kematian-Nya di kayu salib seperti kisah digantungnya ular tembaga di sebuah tiang.
Itu terjadi karena orang-orang Israel memberontak melawan Allah. Sebagai hukuman, Allah mengirimkan ular-ular tedung untuk memagut mereka. Ketika Musa berdoa kepada Allah, Allah memerintahkan Musa untuk membuat ular tembaga dan menggantungnya. Siapa saja yang dipagut ular harus memandang ular tembaga itu, bila ingin disembuhkan. Begitu pulalah kematian Yesus di kayu salib (band. Yoh. 12:32-34).
Manusia yang telah berdosa karena melawan Allah harus menerima hukuman. Namun Kristus rela menanggung semua dosa manusia dan mereguk murka Allah. Dengan karya-Nya, Ia menebus manusia dan membebaskan manusia dari hukuman.
Tanggapan seseorang pada karya Yesus akan menentukan apa yang akan ia terima: hidup kekal atau hukuman (ayat 14-15). Bagi yang tidak percaya, dengan tegas disebutkan bahwa mereka akan binasa (ayat 16) dan dihukum (ayat 18).
Hukuman ini diberikan karena sebelumnya kesempatan untuk menerima terang Yesus telah diberikan, tetapi manusia menolak dan lebih suka melakukan yang jahat (ayat 19). Namun orang yang memberi tanggapan positif bagai orang yang datang kepada terang (ayat 21). Niscaya ia diselamatkan dan beroleh hidup kekal (ayat 16-17).
Sudahkah kita merespons karya Yesus dan menerima anugerah keselamatan?
DOA: Bapa surgawi, salib Putera-Mu adalah sumber kehidupan kami. Tolonglah kami untuk percaya kepada kuat-kuasa salib-Nya agar dengan demikian kami akan menerima berkat melimpah dalam kehidupan kami. Amin.
Sumber https://carekaindo.wordpress.com/