Renungan Hari Kamis 28 Maret 2024
Renungan Hari Kamis 28 Maret 2024
Bapak, Ibu dan Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, Pada Renungan Harian Kamis 28 Maret 2024. Dalam Bacaan Injil Yohanes 13:1-15 hari ini mengisahkan tentang Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya.
Seusai Yesus melakukan pembasuhan, Ia menegaskan agar murid-murid-Nya tidak meninggikan diri, tetapi mau merendahkan hati dan melayani sesama dengan tulus dan sungguh-sungguh, bahkan harus rela merendahkan diri untuk saling melayani satu sama lain.
Pelayanan dan keteladanan, itulah dua hal yang Yesus berikan kepada para murid, kepada orang banyak di masa itu, dan kepada kita hari ini. Ia melayani karena kasih dan dengan kasih.
Ia memberikan teladan dalam hal saling mengasihi. Sebelum Yesus secara khusus meminta kepada para murid untuk melayani dan menjadi teladan bagi banyak orang, Yesus telah lebih dahulu melakukannya.
Ia menunjukkan kasih-Nya dan memberikan kasih tanpa syarat dan tanpa batas. Ia melayani tanpa pandang bulu.
Nas ini mengingatkan kita untuk selalu meneladan Yesus yang adalah Tuhan kita dalam pelayanan dan kasih-Nya.
Ia yang mulia dan tidak berdosa merendahkan diri-Nya untuk melayani dan membersihkan kita orang-orang berdosa.
Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya untuk mempertunjukkan kepada murid-murid-Nya betapa besar kasih-Nya kepada mereka.
Apa yang dilakukan Yesus pun memberi gambaran tentang pengorbanan diri-Nya di Kayu Salib guna menyampaikan kebenaran bahwa Dia meminta para murid-Nya saling melayani dengan kerendahan hati.
Keinginan untuk menjadi yang terbesar senantiasa mengganggu pikiran mereka (Lih. Mat 18:1-4; 20:20-27; Mrk 9:33-37; Luk 9:46-48).
Dalam kehidupan bangasa Israel, membasuh kaki biasanya dilakukan oleh seorang hamba kepada tuannya.
Membasuh kaki pada wakti itu merupakan simbol keramahan atau penghormatan bila ada tamu dengan martabat yang tinggi tengah berkunjung. Tuan rumah akan menjadi hamba dan melayani tamu agungnya itu dengan sebaik mungkin.
Yesus menjadi seperti seorang hamba yang mencuci kaki tuan-tuannya. Inilah tanda cinta-Nya yang mendalam: pekerjaan para budak kafir diambil-Nya.
Para murid bahkan tidak mau saling membasuh kaki, bahkan terhadap Guru mereka pun, mereka enggan melakukan pekerjaan tersebut.
Yesus begitu mencintai murid-murid-Nya yang ada di dalam dunia sampai setuntas-tuntasnya. Kasih Yesus itu dilakukan-Nya meski di pihak lain Ia tahu tentang niat jahat Yudas Iskariot yang mengikuti dorongan iblis untuk mengkhianati Dia.
Yesus juga tahu bahwa kuasa Allah ada penuh dalam diri-Nya dan bahwa Ia datang dari dan akan kembali kepada Bapa (lih. Yoh 13: 3).
Yesus memperagakan prinsip dasar yang para murid harus pahami, sebelum Ia mengutus mereka untuk meneruskan pekerjaan-Nya setelah Ia kembali kepada Bapa, yaitu: kerendahan hati Yesus menjadi teladan bagi pelayanan terhadap sesama.
Kisah tentang Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya dan wejangan yang menyertainya, Yoh 13:2-20, merupakan pendahuluan bagi wejangan-wejangan besar yang diucapkan Yesus dalam bab 13-17.
Sebagaimana disampaikan oleh penginjil Yohanes bahwa wejangan itu mempersatukan berbagai pesan yang disampaikan Yesus pada waktu yang berbeda-beda.
Bab 16 adalah majemuk sekali dan agaknya hanya dalam bentuk lain menyajikan sekali lagi apa yang dikatakan Yesus dalam bab 14.
Wejangan-wejangan itu oleh Yohanes ditempatkan di sini, yakni pada saat Yesus beralih dari hidup di dunia ke hidup Illahi-Nya, dengan maksud menyingkapkan makna hidup Yesus yang terdalam.
Hal menarik adalah ketika Petrus memprotes apa yang dilakukan Yesus. Kata Simon Petrus kepada-Nya, aku mau berbagian, kalau begitu jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku, semuanya.
Kita mengerti Petrus, seorang yang selalu ekstrim. Jawaban Yesus kepadanya (Lih. Yoh 13:9-11). “Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya.
Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua.” Sebab Ia tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia. Karena itu Ia berkata: “Tidak semua kamu bersih.” (Lih. Yoh 13:10-11)
Yesus menjelaskan mengapa Dia melakukan itu. Ketika selesai membasuh kaki murid-murid-Nya, “Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu?
Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan.
Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu;” (lih. Yoh 13:12-14).
Hal ini memberi pelajaran kepada kita bahwa: membasuh kaki menjadi sangat serius karena merupakan tindakan simbolik yang menunjuk kepada salib Kristus. Tempat di mana darah Kristus dicurahkan untuk membasuh kita dari segala dosa-dosa kita.
Tanpa kita dibasuh oleh darah Kristus, maka kita tidak memiliki persekutuan dengan Kristus, kita tidak berbagian di dalam Kristus. Yesus menunjukkan kasih-Nya kepada murid-Nya termasuk Yudas.
Ia dianggap belum bersih, karena pada perjamuan kasih itu ia sedang merencanakan suatu penghianatan terhadap Guru dan Tuhannya.
Ada pertentangan sikap diantara dua pribadi yang hadir dalam ruang perjamuan cinta kasih itu, yaitu sikap pelayanan dari “Yang Mencintai’ (Yesus) dan sikap penghianatan dari “yang dicintai” (Yudas).
Kita dapat menggambarkan kepedihan hati Yesus ketika yang menyerahkan Dia ke tangan musuh adalah salah seorang yang telah dipilih-Nya menjadi rasul.
Yesus tampil sebagi yang Mahatahu, sebaliknya para murid tampak begitu lamban memahami saat-saat yang semakin menakutkan, dimana Yesus akan mengalami kesengsaraan.
Petrus tidak menangkap tindakan Yesus, para murid juga salah duga tentang Yudas dan kepergiannya dari ruang perjamuan.
Mereka tidak tahu bahwa Yudas sedang merencanakan sesuatu yang jahat terhadap Guru dan Tuhannya.
Meskipun Yesus tahu akan semuanya, tetapi Yesus tetap mencintai mereka dengan membasuh kaki mereka dan memberikan Tubuh dan darah-Nya.
Kedua tindakan ini artinya sama yaitu wujud kehendak Allah untuk menunjukkan cinta-Nya sehabis-habisnya.
Dan yang menarik lagi dalam dua kesempatan ini Yesus meminta agar kitapun melakukan hal yang sama (Yoh 13:15).
Yesus memanggil kita untuk menyerahkan diri seutuhnya. Ia menghendaki agar cinta kita sama utuhnya, sama sempurnanya seperti cinta-Nya sendiri.
Ia menghendaki agar kita membungkuk sampai ke tanah dan pergi ke tempat-tempat yang membutuhkan pembasuhan.
Ia menghendaki agar kita saling mengatakan “ Makanlah dari diriku dan minumlah dari diriku pula”. Dengan saling memberikan diri sebagai makanan dan minuman ini, Ia menghendaki agar kita menjadi satu tubuh dan satu Roh yang dipersatukan oleh cinta Allah.
Doa Penutup
Ya Allah, dalam perjamuan malam yang amat kudus ini, Putra Tunggal-Mu menyerahkan diri-Nya kepada kematian, mempercayakan kepada Gereja kurban yang baru dan kekal, serta perjamuan cinta kasih-Nya.
Semoga kami yang merayakan perjamuan malam ini menimba kepenuhan kasih dan hidup dari misteri yang luhur dan agung itu.
Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, sepanjang segala masa. Amin.