Renungan Hari Jumat 16 Agustus 2024
Renungan Hari Jumat 16 Agustus 2024
Bapak, Ibu dan Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, Pada Renungan Harian Jumat 16 Agustus 2024. Dalam Bacaan Injil Matius 19:3-12 hari ini mengisahkan tentang, Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?
Air susu dibalas air tuba
Berbuat dosa dapat disebut tidak tahu diri, dan tidak tahu berterima kasih. Mengapa? Perbuatan-perbuatan keji Israel dipaparkan sebagai sikap tidak tahu membalas budi Tuhan, peribahasa mengatakan “air susu dibalas dengan air tuba”. Yerusalem membalas kebaikan Tuhan dengan perbuatan-perbuatan yang menyakiti hati-Nya.
Asal usul Yerusalem diungkapkan di sini sebagai bayi yang dibuang orang tuanya, lalu dengan belas kasih dipungut anak oleh Tuhan. Bahkan dengan tindakan kasih terdalam Tuhan memperistri Yerusalem. Inilah gambaran perjanjian anugerah Tuhan kepada Israel.
Apa balasan Yerusalem? Segala kebaikan Tuhan, segala hadiah tanda kasih-Nya dihambur-hamburkan Israel untuk kekasih-kekasihnya. Siapakah kekasih-kekasih Yerusalem? Segala berhala sesembahan bangsa kafir.
Kepada berhala-berhala itu, sembah yang seharusnya ditujukan kepada Tuhan sekarang sepenuhnya diarahkan kepada mereka. Celakanya lagi, segala ritual keji penyembahan kafir, seperti kurban anak-anak dilakukan Yerusalem. Juga bangsa-bangsa seperti Mesir dan Asyur dijadikan persandarannya tatkala menghadapi musuh.
Keberdosaan Yerusalem dibandingkan dengan isteri yang serong dari suaminya. Betapa sakit hati sang suami ketika si istri memberikan dirinya cuma-cuma kepada pria-pria lain. Bak istri-istri yang kurang kasih sayang dari suami-suami mereka, mencari belaian laki-laki lain, demikian Yerusalem di mata Tuhan.
Dimurnikan melalui rasa malu terhadap dosa.
Seruan Yehezkiel pada bagian ini mempermalukan bangsa Israel di hadapan umum dengan suatu perbandingan yang sangat memalukan. Mereka dibandingkan dengan Samaria dan Sodom yang dipandang rendah, namun ternyata lebih baik dari mereka.
Bangsa Israel jauh lebih jahat dari mereka dan kesalahan-kesalahan Sodom dan Samaria nampak benar jika dibandingkan dengan kejahatan Israel. Israel di sini digambarkan sebagai seorang ratu yang terhukum dan menjadi bahan olokan di antara bangsa-bangsa. Ia tidak lebih baik dari yang lain, bahkan secara keturunan mereka berasal dari keluarga yang hina. Ia adalah seorang ratu yang dipermalukan karena tidak mengingat dari mana ia berasal.
Melalui bagian ini kita dapat mempelajari:
1) Israel menjadi rusak dan menerima penghukuman Tuhan karena tidak menyadari dari mana ia berasal. Ketidaksadaran diri ini menjadikannya sombong karena merasa lebih baik dari yang lain dan tidak menyadari kesalahannya;
2) Tuhan yang suci tidak membiarkan umat-Nya berada dalam kondisi seperti ini, Ia menghancurkan kesombongan mereka dan memaparkan keadaan mereka yang sungguh memalukan;
3) Hukuman-Nya bertujuan memurnikan, sesuai dengan kejahatan yang mereka lakukan.
Setelah Allah menghukum Yerusalem dan seluruh bangsa Israel, Ia akan mengingat kembali janji-Nya kepada Abraham dan mengembalikan mereka ke tanah Kanaan dan persekutuan dengan Dia. “Perjanjian baru” yang diucapkan oleh Yeremia dan Yehezkiel akan melibatkan pengorbanan dan kematian Yesus Kristus yang mendamaikan di salib.
Injil hari ini Yesus menjawab pertanyaan jebakan orang Farisi kepada-Nya tentang perkawinan yang menyiratkan bahwa perceraian telah juga menjadi suatu dilema pada masa itu. Di antara masyarakat Yahudi ada yang menyetujui perceraian karena Musa, nabi besar Israel, mengizinkannya. Lalu, bagaimana pandangan Tuhan Yesus tentang perceraian? Pertama, jawaban Tuhan Yesus menyiratkan
ketidaksetujuan atas dasar tujuan Allah menciptakan laki-laki dan perempuan. Juga Ia menekankan bahwa Allah merestui adanya lembaga pernikahan. Kedua, Tuhan Yesus menyatakan bahwa suami atau istri yang telah bercerai kemudian menikah kembali dianggap telah melakukan perzinaan. Hanya pernikahan kedua kali karena alasan kematian salah satu pasangan yang diperbolehkan.
Bagi murid-murid, syarat Tuhan Yesus itu terlalu berat, sehingga kemungkinan selibat pun terpikirkan. Selibat berarti tidak menikah yang disebabkan beragam motivasi, seperti: ingin melayani Tuhan, pernah merasakan patah hati, takut terhadap perceraian, dsb.
Tuhan Yesus mengingatkan bahwa hidup selibat itu hanya berlaku bagi sebagian orang saja, yakni mereka yang dikaruniai (ayat 11-12). Konsep Kristen tentang pernikahan jelas, yaitu apa yang telah dipersatukan oleh Allah tidak bisa dipisahkan oleh manusia, hanya kematianlah yang menceraikan suami-istri.
Itulah sebabnya, orang Kristen tidak boleh gegabah memilih pasangan hidup. Pertimbangan duniawi harus kita singkirkan. Pertimbangan lahiriah, material dan sebagainya, jangan menjadi prioritas.
Pertimbangkan juga segi kesamaan iman dalam Yesus Kristus, kedewasaan iman dan kesamaan visi kehidupan. Menikah atau selibat adalah pilihan. Keduanya mengandung resiko yang berbeda. Menikah berarti siap membagi waktu, kepentingan, prioritas dan diri kita dengan keluarga.
Ingatlah
Pernikahan adalah komitmen bersatu dalam Tuhan. Perceraian bagaikan pisau yang mencabik kesatuan nikah di hadapan Tuhan.