Renungan Hari Minggu 04 September 2022
Renungan Hari Minggu 04 September 2022
Mengikuti Yesus dan menjadi murid-Nya berarti mengatasi ikatan sanak-keluarga dan kepentingan sendiri. Menjadi murid-Nya sama dengan menempuh hidup baru yang bisa jadi amat berlainan dengan yang biasa dijalani sebelumnya.
Demikianlah setiap murid Yesus mampu melepaskan diri dari segala keterikatan dan kelekatan duniawi, juga dalam hal harta milik.
Sesungguhnya kita telah menjadi murid-Nya berkat baptisan kita dalam Gereja Katolik. Semangat melepaskan diri dari segala keterikatan duniawi telah menjadi plihan kita juga.
Terasa sangat tidak masuk akal jika Yesus mengharuskan para murid dan pengikut-Nya untuk membenci keluarga, orang tua bahkan anak-anaknya agar layak menjadi murid-Nya. Disisi lain, mencintai orang tua dalam kitab-kitab kebijaksanaan adalah sebuah keutamaan yang harus dilakukan oleh setiap anak.
Mencintai dan menghormati orang tua bukan sekedar ajakan atau anjuran, tapi itu merupakan sebuah perintah kewajiban supaya anak beroleh kebahagiaan. Demikian juga dengan mencintai istri, suami, dan anak-anak.
Dalam perikop ini kita merasakan betapa kerasnya pengajaran yang kita dengar. Yesus sendiri berkata: “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya , ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku”. (lih. Luk 14:26).
Apakah Yesus mengajak setiap orang untuk menjadi anak yang durhaka? TIDAK!! ini adalah sebuah pelajaran penting bagaimana cara kita berfikir guna membentuk relasi sebagai pribadi yang berkualitas, baik di hadapan Tuhan dan sesama.
Karena Yesus paham betul bahwa cinta yang begitu melekat pada hal-hal duniawi akan menghambat perkembangan iman seseorang. Injil Lukas mengungkapkan barang siapa mencintai Yesus tidak lebih dari cintanya pada orang-orang yang paling dekat dengannya, belum layak menjadi murid Yesus.
Orang tua dan keluarga melambangkan apa yang paling dekat dengan seseorang, apa yang mungkin baginya paling patut mendapat cinta yang paling besar. Inilah hal mendasar itu: Yesus menuntut para murid-Nya untuk mencintai ALLAH secara total.
Menjadi murid Yesus yang sejati menuntut untuk selalu mengasihi Yesus lebih dari apapun juga sekaligus siap menderita untuk terus mengikuti Dia. Beberapa kali Yesus bertemu dengan orang-orang yg mau mengikut Yesus tapi setengah hati, tidak rela komitmen memberikan seluruh hidupnya kepada Yesus, hati mereka belum bisa mengucapkan selamat tinggal kepada miliknya, apakah itu keluarga, (lih. Luk 9: 59-61), dan harta (lih. Mat 19: 21-22). Dengan demikian mengikuti Yesus dibutuhkan kesiapan, tekat dan keputusan yang matang.
Menjadi murid Kristus berarti harus sanggup memikul salib setiap hari dan mengikuti Dia. Namun syarat ini tidak cukup bagi Yesus sebelum kita melepaskan diri dari segala kepunyaan atau harta yang kita miliki.
Sebagaimana yang Yesus telah lakukan, Ia memberikan seluruh diri-Nya kepada kita, Ia juga menghendaki agar kita memberikan seluruh hati kita untuk menjadi milik-Nya. Itulah tandanya bahwa kita murid-Nya, saat Dia berkuasa secara penuh dalam seluruh kehidupan kita.
Doa
Allah Bapa sumber kebijaksanaan, kami bersyukur atas kebijaksanaan yang nampak dalam diri Yesus Putera-Mu. Buatlah kami siap sedia melakukan perintah-Nya serta mengikuti Dia, agar dapat menikmati kebahagiaan. Dialah Tuhan pengantara kami. Amin.
Sumber https://renunganhariankatolik.org/
Sumber gambar google.com