Renungan Hari Senin 06 Februari 2023
Renungan Hari Senin 06 Februari 2023
Pada Renungan Harian Katolik Senin 06 Februari 2023 dapat kita lihat dalam bacaan injil Markus 6:53-56 penginjil Markus mengisahkan cerita pendek saja (4 ayat) tentang perjalanan Yesus bersama murid-murid-Nya. Setelah sebelumnya berturut-turut dua kisah mukjizat spektakuler dilakukan Yesus: penggandaan lima roti dan dua ikan (Mrk. 6:30-44), serta Yesus berjalan di atas air (Mrk. 6:45:52).
Kali ini kisah dikemas singkat dan tampak sederhana, tak ada ribuan massa yang harus diberi makan atau badai dan lautan yang harus ditaklukan. Yesus pun tampaknya seperti tak melakukan sesuatu aksi secara ‘aktif’.
Di kisah-kisah sebelumnya Yesus tampil aktif: berinisiatif, mendekat, dan pada puncaknya Dia beraksi membuat mukjizat dahsyat, yang memperlihatkan kuasa dari dalam diri-Nya. Cerita kali ini minus hal-hal tersebut.
Pergerakan terjadi dari dan di diri orang-orang. Mereka berlari-lari, mengusung yang sakit, menghampiri, mengenali, dan memohon pada Yesus. Dan apa yang dilakukan Yesus? Tidak diceriterakan.
Dari keempat ayat, satu-satunya tindakan aktif yang dilakukan Yesus adalah keluar dari perahu (ay. 54). Namun di sinilah titik awalnya, ketika Yesus keluar dari perahu. Karena Ia keluar, orang-orang dapat melihat, mengenali dan berpeluang menghampiri-Nya. Itu pun yang kerap terjadi di dalam hidup kita.
Yesus tak mau selalu mendominasi pergerakan, terkadang Ia hanya keluar, muncul menunjukkan kehadiran-Nya di tengah-tengah kita. Dan Ia menunggu kita yang melihat dan mengenali-Nya serta mau datang menghampiri-Nya.
Tuhan menciptakan manusia bukan untuk sekadar duduk pasif dan menunggu Tuhan terus berinisiatif untuk memberi. Tuhan juga ingin melihat inisiatif merdeka muncul dari kita manusia untuk-Nya.
Mukjizat tak hanya terjadi ketika Tuhan bertitah dan beraksi. Mukjizat juga bisa terjadi karena usaha dan gerakan manusia untuk “menjamah” Tuhan. Seperti yang terjadi dalam kisah di Injil Markus hari ini, “…dan memohon kepada-Nya, supaya mereka diperkenankan hanya menjamah jumbai jubah-Nya saja.
Dan semua orang yang menjamah-Nya menjadi sembuh.” (ay. 56). Ini sebenarnya ungkapan kerendahan hati yang menganggap diri tak layak menyentuh Yesus secara langsung. Tapi jelas ini bukan soal jubah Tuhan sakti.
Jubah hanya alat, sarana yang menghubungkan khalayak pada Yesus. Dengan menyentuh jumbai jubah-Nya, mereka telah ‘menyentuh-Nya’.
Mirip saat kita berusaha menemui Tuhan lewat doa, menjamah Tuhan dengan menyentuh patung Yesus di Gereja, atau berusaha mencium Tuhan dengan mencium salib rosario kita. Simbol, tanda, gestur, semua itu adalah ungkapan iman kita pada-Nya.
Kesembuhan terjadi bukan karena jubah yang sakti, atau seberapa banyak dan bagus atribut rohani yang kita miliki. Semua itu hanyalah benda, material semata. Kesembuhan bisa terjadi karena pertama-tama Tuhan bersedia untuk “keluar” menemui kita.
Selanjutnya, dibutuhkan sikap proaktif dari manusia, untuk bergerak menghampiri Tuhan, mengungkapkan iman kepercayaannya. Hanya orang yang mengenal Yesus yang akan bergegas menghampiri-Nya.
Hanya orang yang percaya kepada-Nya yang akan datang memohon kepada-Nya, untuk sekadar menjamah jumbai jubah-Nya. Yang terjadi kemudian? “Dan semua orang yang menjamah-Nya menjadi sembuh.”
Doa Penutup
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu. Dialah yang hidup dan berkuasa, yang bersama Dikau dan dalam persatuan Roh Kudus, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
Sumber https://www.renunganhariankatolik.web.id/
Sumber gambar google.com