Renungan Hari Minggu 17 September 2023
Renungan Hari Minggu 17 September 2023
Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, Pada Renungan Harian Minggu 17 September 2023 dalam Bacaan Injil hari ini Matius 18:21-35. Yesus berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.
Kalau kita membaca berita-berita baik di telivisi ataupun media online, perlakuan hukum di negara kita begitu timpang. Kita kerap membaca berita: orang yang mencuri seekor ayam dipukuli sampai babak belur, bahkan sampai meninggal.
Sedangkan orang yang “merampok” uang rakyat berjuta-juta bahkan bertrilyun-trilyun, masih dapat berlenggang kangkung hidup di alam bebas. Dunia kita ini memang sudah terbalik-balik.
Pengampunan itu membebaskan dan memberikan pembaruan hidup. Segala beban dibebaskan. Namun, bila kita belum percaya pada pengampunan dan belum mampu mengampuni diri sendiri, maka kita hidup sebagai orang yang masih mempunyai rasa sakit hati terhadap orang lain.
Tanda-tanda sakit hati itu bisa muncul dalam bentuk misalnya masih mengingat-ingat atau menceritakan kejadian orang lain terus-menerus. Kita selalu menghitung-hitung kesalahan orang.
Kepercayaan bahwa Allah mengampuni itu bukan karena usaha kita, tetapi karena belaskasih Allah. Sebelum kita percaya pada belaskasih Allah, usaha apapun dari diri kita untuk bisa mengampuni adalah kesia-siaan.
Mengampuni merupakan pilihan sikap hidup yang rumit. Karena itu, Petrus membutuhkan suatu ukuran yang pasti sebagi pegangan agar dia bisa mengatur segenap kemampuannya untuk melakukan hal itu.
Dia menyakini bahwa apabila dirinya telah mampu memenuhi tuntutan kuantitatif tertentu maka selesailah sudah tugasnya untuk mengampuni orang yang bersalah kepadanya. Persoalan Petrus adalah saling mengampuni antar sesama manusia.
Yesus menyikapi pertanyaan murid-Nya tentang pengampunan yang harus diberikan terus-menerus. Inilah sikap Tuhan yang selalu mengampuni kita. Tuhan selalu terbuka dan menawarkan pengampunan kepada kita.
Memang, kita tidak mudah mengampuni kesalahan sesama apalagi mereka yang menyakiti hati. Sulit mengampuni menjadi tanda bahwa kita belum sungguh-sungguh mengalami kasih Tuhan.
Kita seringkali berfokus pada diri dan kepentingan diri, seolah hanya kita yang ingin selamat. Kita perlu menyadari bahwa kita ikut bertanggungjawab atas keselamatan orang lain.
Sebagai orang yang telah mengalami kasih Tuhan , kita perlu membagikannya kepada yang lain, yakni dalam pengampunan dan memaafkan sesama kita. Inilah saat yang baik yakni dalam masa tobat untuk berbenah diri dan siap untuk menerima pengampunan dari Tuhan dan siap memberi pengampunan kepada sesama. Sebab pengampunan selalu memberi ketenangan hati dan sukacita.
Yesus meminta Petrus dan kita semua yang percaya kepada-Nya untuk mengampuni dengan sepenuh hati, tanpa batas kuantitatif tertentu. Batasan kuantitatif tertentu mengungkung diri dan meminimalisasi kreativitas manusia untuk mengampuni dengan sepenuh hati.