Renungan Hari Minggu 17 Maret 2024

Renungan Hari Minggu 17 Maret 2024

Renungan Hari Minggu 17 Maret 2024

Bapak, Ibu dan Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, Pada Renungan Harian Minggu 17 Maret 2024. Dalam Bacaan Injil Yohanes 12:20-33 hari ini mengisahkan tentang perumpamaan biji gandum jatuh ke dalam tanah dan mati.

Pulih batin

Ada dua hal penting yang Tuhan lakukan ketika memulihkan seseorang. Pertama, Tuhan memberikan status yang baru, dari hamba dosa menjadi anak Allah. Istilah teologisnya, dibenarkan oleh iman.

Kedua, Tuhan memberikan benih hidup kekal dalam hati orang tersebut. Benih hidup inilah yang memungkinkan orang itu bertumbuh dalam kesucian hidup semakin hari semakin menyerupai Kristus.

Apa yang baru dari perjanjian yang Tuhan akan adakan kepada Israel, yang akan menggantikan perjanjian Sinai yang telah umat Tuhan langgar? Isinya masih sama: “Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku” (33b).

Sama seperti benda-benda penerang yang Allah taruh di angkasa untuk mengatur alam semesta tidak berubah, demikian pula janji Allah bahwa Israel tetap sebagai umat-Nya tidak berubah (35).

Sama seperti manusia tak menyelami hukum-hukum alam ciptaan Allah, demikian juga misteri belas kasih Allah atas umat-Nya meskipun mereka tidak setia (37).

Yang baru adalah, kalau dulu perjanjian itu dimeteraikan lewat Taurat tertulis yang ternyata terus menerus dilanggar, kini Taurat itu dituliskan dalam hati (33a). Inilah benih hidup baru yang Tuhan taruh dalam hati setiap orang yang bertobat.

Hanya dengan cara inilah umat Israel bisa melaksanakan Taurat dengan setia karena mengenal dengan benar Allah, pemberi Taurat tersebut (34).

Melalui pengurbanan Yesus berupa tubuh yang dipecahkan dan darah yang dicurahkan (Mat. 26:26-28), Perjanjian Baru ditegakkan bukan hanya bagi umat Israel yang mau bertobat dan percaya kepada-Nya melainkan kepada semua orang percaya dari bangsa apapun.

Roh Kudus menanamkan benih hidup baru lewat kehadiran-Nya dalam hati setiap orang percaya sehingga kita mengenal Allah secara benar dan dimampukan untuk taat pada firman-Nya.

Inilah anugerah terbesar: ketika Allah hadir dalam hidupku dan bertakhta dalam hatiku. Aku menjadi milik-Nya dan kuasa-Nya nyata dalam hidupku.

Apakah hari ini saudara merasa sangat sedih?

Yesus pernah merasakannya, bahkan “seperti mau mati rasanya” (Mat. 26:38).

Yesus disebut “Imam Besar Agung” karena Ia adalah Imam yang telah terlebih dahulu menyelami dan mengalami pergumulan kita. Ia mengalami pencobaan, kesakitan, kesedihan, pengkhianatan, dan penderitaan yang amat sangat, khususnya di taman Getsemani dan Golgota.

Puncak pergumulan-Nya di Getsemani menunjukkan betapa ngerinya kematian yang akan ditanggung-Nya di kayu salib bagi dosa manusia. Ia “merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati” (Flp. 2:8).

Inilah keagungan Iman Besar kita! Yesus melebihi imam Harun dan Lewi, sebab Ia tidak pernah menyimpang dari kehendak Allah (ayat 4:15, 5:8). Ia melebihi semua, karena melalui-Nya manusia diperdamaikan dengan Allah.

Hubungan kemanusiaan

Yesus dan keimaman-Nya. Kemanusia-an Yesus membuat Ia dapat mengerti keadaan, penderitaan, dan kelemahan kita; Ia terlebih dahulu menerima penghinaan dan mengalami penderitaan yang jauh melampaui apa yang kita alami.

Sehingga ketika Ia berperan sebagai Imam, peran-Nya menjadi sempurna. Yesuslah satu-satunya yang mencapai kesempurnaan, oleh karena itu Ialah pokok keselamatan yang abadi bagi kita yang taat kepada-Nya.

Injil hari ini, Penderitaan mendahului kemuliaan

Mulia, agung, akbar, semua kata-kata ini kerap kita berikan kepada Tuhan Yesus. Sayangnya, kita gandrung memberi definisi sendiri kepada kata-kata tadi. Kita lupa bahwa seperti yang disampaikan dalam Injil ini, pemuliaan Yesus terjadi melalui penderitaan.

Kita mengabaikan fakta bahwa kasih Allah yang agung mewujud melalui salib. Sangkaan keliru bahwa Yesus Kristus adalah sosok Mesias gagah perkasa yang gemar berperang, selain disanggah oleh nubuat dalam nas kemarin, kembali disanggah di sini.

Sayang sekali banyak pengikut Tuhan Yesus yang hanya membiarkan Tuhan Yesus menderita bagi mereka dan beranggapan bahwa mereka tidak lagi perlu ikut menderita.

Dalam nas ini, khususnya di ayat 24-25, Tuhan Yesus berfirman dengan jelas, bukan hanya tentang diri-Nya, tetapi juga tentang para pengikut-Nya. Sebagaimana pemuliaan Tuhan terjadi melalui penderitaan, mati sebelum bangkit kembali, kita pun dipanggil untuk mengikuti Dia.

Jika tidak, berarti kita mengabaikan sang Terang dan tidak menjadi anak-anak terang. Tentu saja hal ini tidak berarti kita dipanggil untuk menjadi masokis-masokis Kristen, yaitu orang yang mencari-cari penderitaan sebagai kenikmatan.

Bacaan hari ini hendak menyatakan bahwa seorang murid harus siap dengan segala konsekuensi statusnya sebagai murid, termasuk menderita sebagai murid Kristus.

Dulu orang maklum jika sesuatu yang baik kerap hanya bisa dipertahankan atau diperoleh dengan bersusah-payah, dan bahkan menderita. Zaman ini telah menyatakan perang terhadap penderitaan.

Panggilan sebagai orang tua kini bisa cukup dipenuhi secara finansial tanpa bersusah payah menjadi teladan rohani bagi anak. Panggilan sebagai Kristen kini cukup dipenuhi dengan terpenuhinya target \’setoran\’ persembahan, tanpa perlu berpengaruh pada kehidupan sehari-hari.

Di tengah zaman ketika orang harus siap menderita hanya untuk bersikap jujur, kita kembali dipanggil untuk membuktikan kemuridan kita.

Doa Penutup 

Tuhan Yesus, Engkau memberikan diri-Mu tidak hanya sebagai Juruselamatku, melainkan juga sebagai Panutan dalam kehidupanku sehari-hari.

Hari ini aku menanggapi panggilan-Mu agar meneladani-Mu dengan setia. Semoga “pengorbanan-pengorbanan”-ku dalam masa Prapaskah ini dapat menjadi sumber keselamatan bagi orang-orang lain.

Semoga kematianku terhadap sikap dan perilaku-ku yang mementingkan diri sendiri dapat menarik diriku ke dalam kehidupan bersama-Mu yang lebih mendalam lagi. Amin.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url