Renungan Hari Minggu 11 Agustus 2024
Renungan Hari Minggu 11 Agustus 2024
Bapak, Ibu dan Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, Pada Renungan Harian Minggu 11 Agustus 2024. Dalam Bacaan Injil Yohanes 6:41-51 hari ini mengisahkan tentang, Akulah roti hidup yang telah turun dari Surga.
Krisis rohani lebih mengerikan daripada krisis moneter.
Apakah Izebel lebih hebat dari nabi-nabi Baal? Itu mungkin pertanyaan yang timbul dalam pikiran kita ketika membaca kisah ini. Betapa tidak, Elia yang dalam kisah sebelumnya secara luar biasa dan mengagumkan, menantang dan mengalahkan nabi-nabi Baal yang berjumlah 450.
Bila mengamati pernyataan ancaman Izebel, ketakutan Elia sangat tidak masuk akal. Izebel mengatakan bahwa ‘para allah akan menghukumnya’. Bukankah Baal sudah tidak berkutik lagi? Lalu apa makna ancaman Izebel? Dengan kata lain sebetulnya ancaman Izebel adalah kosong belaka.
Keadaan ini memperlihatkan bahwa Elia tidak hanya ketakutan, tetapi juga kehilangan kemampuan berpikir secara nalar dan geografis untuk menganalisa pernyataan Izebel.
Walaupun ia sudah sampai ke Bersyeba (wilayah Yehuda yang jauh dari Yizreel), ia masih merasa perlu masuk ke padang gurun sehari perjalanan jauhnya. Ketakutannya terus mempengaruhi dan menguasainya hingga ia putus asa dan ingin mati.
Ketakutan dan keputusasaan Elia menunjukkan bahwa ia mengalami krisis rohani yang sangat berat dan hebat, sehingga pengenalan dan imannya kepada Allah sebagai sumber dan pusat dari segala sesuatu, sirna begitu saja. Krisis rohani membuat dia terputus dengan Sumber segala kehidupan.
Karena itu tidak heran jika kemudian ia ingin mati saja.Mengapa Elia sampai kepada krisis yang demikian parah? Mulai dari ancaman Izebel hingga Elia ingin mati, tidak dikatakan bahwa firman Allah datang atasnya atau kuasa Allah berlaku atas Elia seperti pasal-pasal sebelumnya.
Ini berarti Elia sudah melalaikan persekutuan pribadinya dengan Allah. Akibatnya fokus pikirannya ketika menghadapi ancaman itu bukanlah Allah namun ancaman itu. Ancaman itu dilihatnya semakin lama semakin besar dan tak terpecahkan. Elia mendapatkan ‘sedikit’ kekuatan ketika Allah menghampiri dan ‘melayani’nya.
Renungkan
Mungkin Anda pernah atau sedang mengalami krisis rohani karena berbagai pergumulan dan tantangan yang terjadi. Namun jangan lupa satu hal, dalam menjalani kehidupan ini, janganlah sekali-kali kita memutuskan tali persekutuan kita dengan Allah walau apa pun yang terjadi, agar mata dan pikiran kita selalu terfokus kepada-Nya dan bukan kepada ancaman.
Mazmur, Alami Tuhan.
Bagaimana meyakinkan orang lain bahwa Tuhan itu baik? Untuk orang-orang yang berpikiran modern, kita bisa mengajukan sejumlah bukti akan kebaikan Tuhan yang dinyatakan dalam Kitab Suci, atau yang dapat diperiksa dari kenyataan alam semesta ciptaan-Nya.
Namun orang-orang yang dipengaruhi oleh pandangan pascamodern, yang merelatifkan segala kebenaran, tidak butuh pengajaran dan berbagai bukti tertulis. Yang mereka butuhkan adalah pengalaman sebagai bukti.
Mazmur ini mengajak para pembacanya untuk mengalami Tuhan. Alami sendiri kebaikan-Nya (ayat 9) sebagaimana yang telah pemazmur rasakan. Apa yang pemazmur rasakan dan alami? Rupanya mazmur ini lahir dari pengalaman Daud yang dilindungi Tuhan saat melarikan diri dari Saul, yang hendak membunuh dirinya (ayat 1; lih. 1 Samuel 18-27).
Sebagai seorang buronan, berulang kali Daud mengalami kesesakan, penindasan, dan merasa terjepit. Namun setiap kali ia menjerit kepada Tuhan, Tuhan menolong tepat pada waktunya (ayat 7).
Perlindungan Tuhan dirasakan bagai dijaga oleh pasukan malaikat yang mengelilingi dia (ayat 8). Bagaikan satpam atau pengawal khusus yang dua puluh empat jam sehari menjaga penuh.
Pemazmur mengajak para pembacanya menanggapi Tuhan agar pengalaman hidup mereka diperkaya. Mari, pandanglah Tuhan, maka hidup ini akan penuh kesukacitaan (ayat 7). Ayo, takutlah akan Tuhan, maka Dia akan mencukupkan segala kebutuhan kita (ayat 10-11).
Mengalami Tuhan bisa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, tak usah menunggu saat tekanan hidup tak tertahankan lagi. Alami Tuhan dengan melibatkan Dia dalam segala aspek hidup Anda.
Dekatkan diri pada-Nya dengan sikap yang terbuka agar Dia dengan bebas menyapa dan menjamah hidup Anda. Saat Anda mengalami kehadiran atau pertolongan-Nya, naikkan syukur bersama-sama umat Tuhan lainnya. Mahsyurkan nama-Nya di hadapan orang lain.
Paulus dalam bacaan kedua, Berani tampil beda.
Jika sekali waktu kita mengunjungi mall atau pusat-pusat keramaian, cobalah amati gerak-gerik dan penampilan ABG (Anak Baru Gede). Perhatikan atribut yang dipakai mulai dari baju, pernak-pernik sampai tingkah lakunya.
Kita akan menyimpulkan bahwa atribut itu merupakan upaya mereka untuk mempublikasi identitas dirinya dengan harapan orang memahami siapa dirinya. Mereka mencari identitas dengan ikut “tren”.
Paulus menginginkan agar jemaat Efesus berani tampil beda dalam kehidupannya. Tujuannya adalah agar mereka menjadi berbeda dengan orang di luar Kristus.
Oleh karena itu Paulus memberikan beberapa penekanan, yaitu: [1] moralitas bagi kehidupan orang Kristen, di antaranya tidak berkata dusta, mampu mengendalikan diri dalam keadaan marah, tidak emosional, dan menjaga tutur kata sehingga tidak berkata kotor (ayat 25-31); [2] landasan kehidupan yang telah diletakkan oleh Kristus, yaitu kasih-Nya yang dalam untuk umat-Nya sehingga Ia rela menyerahkan diri sebagai persembahan kurban yang harum bagi Allah (ayat 5:2).
Paulus menegaskan agar jemaat mempraktikkan pola kasih Kristus ini dalam kehidupan mereka, bukan saja sebagai suatu keharusan tetapi juga sebagai tanda atau bentuk keunikan dalam kehidupan Kristen.
Di zaman sekarang ini, sulit menemukan orang atau keluarga Kristen yang memiliki pola hidup seperti ini. Artinya, tidak semua orang Kristen dapat mempraktikkan prinsip mengasihi dan mengampuni seperti anjuran Paulus.
Akan tetapi jangan kita mengartikan kesulitan itu sama dengan tidak mungkin. Yesus Kristus telah mencontohkan hal tersebut, dan Ia mampu. Karena Kristus telah melakukannya untuk kita, maka hal-hal yang tidak mungkin bagi kebanyakan orang menjadi mungkin bagi kita.
Maukah Anda mendasarkan hidup Anda pada semangat untuk saling mengasihi dan saling mengampuni, sehingga keunikan kita nyata dalam dunia ini?
Injil hari ini, “Makanan” yang menghasilkan
Mengenal keluarga Yesus rupanya menjadi penghalang bagi orang-orang Yahudi untuk mempercayai Yesus (ayat 42).
Mereka hanya bisa melihat Dia sebagai putra tukang kayu. Mereka tidak mau mempercayai bahwa Yesus adalah Anak Allah. Tak mudah pula bagi mereka untuk memahami bahwa Yesus adalah roti yang telah turun dari surga (ayat 41).
Sebenarnya hal itu tidak mengherankan. Orang percaya kepada Yesus bukan karena ia yang memilih untuk percaya, melainkan karena Bapa yang menarik dia untuk percaya (ayat 44). Orang itulah yang akan dibangkitkan Yesus pada akhir zaman.
Sebab ia telah menerima sang Mesias. Orang-orang Yahudi yang bersungut-sungut itu jelas tidak dapat ambil bagian di dalam Kerajaan Allah karena mereka tidak menerima pengajaran-Nya. Melalui tindakan mukjizat memberi makan orang banyak itu, Yesus menyatakan bukan saja kuasa-Nya membuat mukjizat, tetapi Ia sendirilah Sang Roti hidup.
Roti hidup adalah tubuh dan darah-Nya yang Ia korbankan untuk memberi kehidupan kekal umat manusia. Ia menyerahkan Tubuh dan Darahnya untuk menjadi santapan umat beriman dalam dalam Sakramen Mahakudus atau Ekaristi. Itulah harga yang harus Yesus bayar agar manusia dapat masuk ke dalam Kerajaan Surga. Begitu mahalnya hingga Yesus harus mengorbankan diri-Nya sendiri.
Ini memperlihatkan kepada kita realitas terdalam kasih Allah, yang menjawab kenyataan gelap manusia dengan jalan pengorbanan hidup Yesus.
Meski jawab Yesus ini bertujuan membongkar kedangkalan orientasi hidup orang-orang Yahudi mereka perlu disentakkan bahwa hanya dengan menerima Yesus dan pengorbanan-Nya kelak mereka dapat diluputkan dari maut dan bukan sekadar dari kelaparan sesaat. Dialah “roti dari surga”. Orang yang menerima Dia niscaya memperoleh hidup yang kekal (ayat 45-47, 58).
Bila kita telah percaya kepada Kristus, kita harus bersyukur karena itu berarti Bapa telah menarik kita untuk percaya. Percaya itu harus ditujukan kepada Yesus dan pengorbanan-Nya. Marilah kita terus setia dalam iman kita agar sekarang dan seterusnya kita menjalani kehidupan kekal di dalam Dia.
Doa Penutup
Dengarlah TUHAN, seruan yang kusampaikan, kasihanilah aku dan jawablah aku! Hatiku mengikuti firman-Mu: “Carilah wajah-Ku”; maka wajah-Mu kucari, ya TUHAN.
Janganlah menyembunyikan wajah-Mu kepadaku, janganlah menolak hamba-Mu ini dengan murka; Engkaulah pertolonganku, jangan membuang aku dan janganlah meninggalkan aku, ya Allah penyelamatku! (Mzm 27:7-9). Amin.