Renungan Hari Kamis 12 September 2024
Renungan Hari Kamis 12 September 2024
Bapak, Ibu dan Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, Pada Renungan Harian Kamis 12 September 2024. Dalam Bacaan Injil Lukas 6:27-38 hari ini mengisahkan tentang Hendaknya kalian murah hati se bagaimana Bapamu murah hati adanya.
Jangan menjadi batu sandungan.
Jemaat menghadapi dilema, di satu pihak mereka tidak boleh makan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala, sementara makanan yang ada di pasar umum adalah makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala (bdk. Kis. 15:20,29).
Sementara di pihak lain, Paulus mengajarkan: tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri (Roma 14:14). Aturan mana yang harus mereka jalankan? Paulus menekankan bahwa hanya ada satu Allah. Kuasa-kuasa spiritual di balik berhala dan dewa adalah kuasa Iblis.
Namun pandangan Paulus ini bertentangan dengan pemahaman yang sudah terlebih dahulu berkembang yang menganggap bahwa berhala itu benar-benar ada. Keyakinan terhadap berhala telah menodai kesucian hati nurani manusia.
Dalam usaha meyakinkan jemaat Korintus, Paulus menyadari bahwa tidak semua jemaat yang dapat menerima pengajarannya karena pengetahuan dan pola pikir yang telah terbentuk untuk mengakui kekuasaan para berhala.
Namun, kepada mereka yang mau mendengarkan pengajarannya, Paulus menekankan bahwa kunci untuk tetap percaya pada keesaaan Allah dan menyingkirkan keyakinan bahwa berhala- berhala itu berkuasa adalah tetap pada keyakinan bahwa hanya Yesus Kristus yang telah menjadikan segala sesuatu, dan yang memberi kita hidup (ayat 6).
Mempertahankan keyakinan yang benar, tanpa memedulikan hati nurani orang lain yang lemah bukanlah sikap Kristiani yang terpuji, sebaliknya menjadi batu sandungan bagi mereka.
Injil hari ini, Mengasihi musuh
Sekali lagi mereka yang “mendengarkan” Yesus dikejutkan dan ditantang untuk menganut pola hidup dan peri laku yang mencerminkan nilai-nilai kerajaan Allah yang ditandai oleh sikap radikal, “mengasihi musuh”.
Sikap ini diwujudkan dalam dua tindakan konkret.
Yang pertama ialah “berbuat baik” — bukan secara pasif melainkan secara proaktif di tengah serangan dan permusuhan terhadap kita: berbuat baik, memberkati, mendoakan, memberikan pipi yang lain, bahkan jubah dengan bajunya juga (27b-29; 33; 35b).
Yang kedua ialah “memberi” atau “meminjamkan” dengan ikhlas “tanpa mengharapkan balasan” (30; 34; 35c; 38). Inilah implikasi dari ucapan bahagia: pengikut Yesus dipanggil untuk membentuk suatu umat, warga Kerajaan Allah, yang ciri utamanya ialah tidak memperlakukan orang lain (khususnya mereka yang “membenci, mengucilkan, mencela dan menjelekkan” kita) sebagai musuh.
Yang Yesus minta dari murid-murid-Nya ialah menerima nilai-nilai yang memutarbalikkan tata cara dunia sosial mereka.
Pola hidup dan perilaku ini haruslah berakar pada karakter Allah sebagai Bapa yang murah hati (36), termasuk kepada mereka “yang tidak tahu berterima kasih dan jahat” (35). Orang-orang semacam ini lazim kita pandang sebagai “musuh.”
Kemurahan hati Allah itu harus kita terjemahkan pula dalam tindakan tidak menghakimi tetapi mengampuni, tidak menonjolkan kesalehan sendiri dengan menekankan kekurangan orang lain. Kemurahan hati Allah yang berlimpah diibaratkan seperti pedagang di pasar yang tidak pelit, melainkan mengisi takaran atau timbangannya penuh-penuh, bahkan meluap ke luar (38).
Demikianlah cara Allah Bapa memperlakukan anak-anak-Nya, yang dalam peri laku mereka terhadap sesama meneladani karakter-Nya.
Renungkan
Sama seperti Allah dengan murah hati menganugerahkan pengampunan dan penebusan dari dosa di dalam Kristus, demikianlah hendaknya anak-anak-Nya.
Doa Penutup
Bapa surgawi, sebagai umat-Mu kami mohon kepada-Mu agar menyembuhkan segala kebencian dan perpecahan.
Sebagai anak-anak-Mu, kami ingin mengikuti Yesus dengan memberkati semua orang yang menyakiti hati kami, mengampuni semua orang berbuat salah kepada kami, dan menunjukkan cintakasih kepada mereka yang membenci kami.
Datanglah, ya Tuhan, dan jadikanlah kami satu!. Amin.