Renungan Hari Rabu 18 Juni 2025

Renungan Hari Rabu 18 Juni 2025

Renungan Hari Rabu 18 Juni 2025

Bapak, Ibu dan Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, Pada Renungan Harian Rabu 18 Juni 2025. Dalam Bacaan Injil Matius 6:1-6,16-18 hari ini mengisahkan tentang Bapamu yang melihat yang tersembunyi, akan mengganjar engkau.

Memberi dengan sepenuh hati

Jemaat Korintus pernah menyatakan kesiapan mereka untuk membantu jemaat miskin di Yerusalem (2b). Kesiapan mereka malah merangsang orang lain untuk melakukan hal yang sama (2c). Sikap jemaat Korintus membuat Paulus membanggakan mereka di hadapan jemaat Makedonia.

Namun seiring perjalanan waktu, mereka tidak melaksanakan janji tersebut. Berarti, mereka tidak sepenuh hati ingin membantu jemaat miskin itu. Itu sebabnya Paulus mendesak agar mereka mewujudkan komitmen mereka.

Kini Paulus membalik posisi jemaat Korintus, dengan menyebut-nyebut jemaat Makedonia untuk membangkitkan rasa malu mereka (4). Karena itu Paulus meminta Titus dan saudara-saudara yang lain untuk pergi mendahuluinya ke Korintus, dengan harapan agar jemaat Korintus memenuhi janji mereka untuk mengumpulkan bantuan bagi jemaat Yerusalem (5).

Dengan memberikan persembahan secara benar, jemaat Tuhan belajar prinsip anugerah dan keajaiban pemeliharaan Allah.

Pertama, dengan bersikap murah hati dalam memberi, jemaat akan beroleh kemurahan hati Allah (6).

Kedua, orang Kristen harus memberi dengan sukarela bukan terpaksa (7).

Ketiga, Allah tahu pengorbanan orang yang memberikan persembahan. Ia memelihara mereka (8-11).

Keempat, memberi sebagai wujud perhatian dan kasih kepada jemaat yang perlu, dan sebagai ungkapan syukur kepada Allah (12-14).

Di Indonesia kini ada cukup banyak gereja yang mengalami kemiskinan rohani karena kesulitan finansial. Kita perlu peduli terhadap kesulitan mereka. Sebagai tubuh Kristus, satu menderita semua turut menderita.

Kita perlu memikirkan dan mengusahakan agar sesama saudara seiman kita juga boleh mendapatkan berbagai sarana yang dapat membantu mereka bertumbuh dalam firman dan berkembang dalam aspek-aspek kehidupan lainnya.

Mazmur, Kesukaan hidup dalam Firman

Mazmur 112 melanjutkan mazmur 111 dengan menyatakan manfaat dan konsekuensi etis bagi mereka yang menjalani hidup takut akan Tuhan (Mzm. 111:10). Takut akan Tuhan akan membuahkan hidup yang benar dan berkenan kepada-Nya.

Inilah berkat yang dialami semua orang yang takut kepada Tuhan dan hidup benar di hadapan-Nya. Hidupnya akan penuh dengan kesukaan menaati firman Tuhan (Mzm. 112:1). Inilah paradoks yang indah: takut yang benar akan Tuhan mendatangkan kesukaan hidup.

Bagi sebagian orang menaati peraturan adalah semata-mata kewajiban legalistic sehingga hal itu merupakan suatu keterpaksaan. Namun bagi anak Tuhan, peraturan Tuhan justru menyukakan hati karena itu adalah jati dirinya.

Anak Tuhan menyadari bahwa hidup yang ia jalani adalah anugerah Tuhan sehingga setiap peraturan Tuhan ia yakini sebagai hal yang mendatangkan kebaikan semata-mata. Ia tahu bahwa dengan menerapkan firman Tuhan sepenuhnya dalam hidupnya, ia tinggal dalam ruang anugerah Tuhan.

Dengan pemahaman seperti itu, hidup seorang anak Tuhan tidak akan pernah goyah apalagi sampai meragukan Tuhan (ayat 6-7) bahkan ketika ia berhadapan dengan para musuhnya (ayat 8).

Lebih daripada itu, anak Tuhan dimampukan bukan hanya menerima berkat (ayat 2-3) untuk dinikmati sendiri melainkan juga memberikan berkat untuk memberkati orang lain (ayat 4-5, 9). Salah satu bentuk berkat yang dialami anak Tuhan adalah pelipatgandaan, yaitu berkat keturunan (ayat 2).

Kebahagiaan anak Tuhan bukan ditentukan dari dan oleh ukuran dunia ini yang serba permisif dan melawan Allah karena dunia ini ada di bawah penghukuman Allah. Hanya saat anak Tuhan hidup seturut firman-Nya, ia mengalami pemeliharaan Allah dan sukacita yang tidak dapat dipadamkan oleh tentangan dan hujatan dunia ini.

Injil hari ini, Tuhan menolak “sandiwara” rohani.

Penyiar teve itu tampil meyakinkan. Berstelan dasi dan jas, ia menyampaikan berita dengan mantap. Siapa sangka bahwa sebenarnya ia memakai baju, dasi, dan jas pinjaman. Dan … hanya bercelana pendek. Ia ternyata salah seorang teknisi teve yang terpaksa menggantikan penyiar yang jatuh sakit.

Tuhan Yesus memberi peringatan keras terhadap kerohanian yang mirip dengan kisah tadi. Ia tidak ingin kerohanian para murid-Nya hanya untuk menimbulkan kesan positif orang banyak (ayat 1, 5), padahal keadaan hidup sebenarnya lain (baca: munafik) dan tidak sungguh terarah ke Tuhan.

Godaan untuk bersandiwara rohani waktu itu memang sangat besar di kalangan orang Yahudi yang legalistis. Legalisme adalah sikap mementingkan pelaksanaan aturan-aturan dalam agama.

Boleh jadi sikap itu bertujuan menyenangkan hati Allah, tetapi ujung-ujungnya bermuara pada mencari pujian manusia. Para murid Yesus tidak boleh berbuat benar, hidup saleh, memberi sedekah, dan berdoa agar dipuji orang. Sebaliknya, kerohanian yang sejati adalah yang ditujukan kepada Allah semata.

Orang yang mencari pujian manusia tidak akan mendapat perkenan Allah dari kehidupan ibadahnya sebab motivasinya untuk beroleh pujian manusia telah terpenuhi.

Orang Kristen masa kini pun perlu hati-hati tentang hidup kerohaniannya. Kita perlu memeriksa diri jangan sampai kita bergereja dan melakukan kegiatan gerejawi supaya dipuji orang. Atau, menjadikan kegiatan ibadah kita seperti doa sebagai cara untuk memaksakan kehendak kita kepada Allah (ayat 7).

Kita perlu belajar memiliki hidup ibadah yang utuh dan bertujuan hanya menyukakan hati Allah, Bapa kita di surga. Meski banyak kegiatan ibadah kita yang tak dapat tidak akan diketahui orang, kita perlu menjaga agar motivasi kita murni, yaitu untuk kemuliaan dan perkenan Tuhan semata.

Berpuasa, untuk apa?

Petunjuk Tuhan Yesus tentang puasa ini menunjukkan bahwa kebiasaan berpuasa masih terus dilakukan orang saat itu, termasuk oleh para murid-Nya. Dalam Perjanjian Lama berpuasa masal dilakukan pada Hari Raya Pendamaian (Im. 16:29).

Berpuasa juga dilakukan secara pribadi sebagai ungkapan permohonan doa yang sungguh ketika umat menghadapi masalah berat atau untuk mengungkapkan penyesalan atas dosa yang sudah mereka lakukan.

Dalam Perjanjian Baru, puasa dilakukan gereja untuk menyiapkan mereka bagi misi yang Allah percayakan (mis.: Kis. 13:2-3).

Tuhan Yesus kembali mengkritik cara berpuasa yang munafik yaitu orang yang membuat-buat penampakan wajah mereka muram agar diketahui orang lain bahwa mereka sedang berpuasa (ayat16). Sebaliknya, Tuhan menasihati orang yang berpuasa agar meminyaki kepala dan mencuci wajah (ayat 17).

Tetapi, maksud Tuhan, bukan berarti orang tersebut harus berpura-pura sedang bersukacita, melainkan agar maksud puasa tersebut terbaca hanya oleh Bapa di surga (ayat 18). Prinsip dalam teguran Yesus ini jelas.

Ada saat orang beriman perlu berkonsentrasi menggumuli kehidupan dan pelayanannya dalam puasa di hadapan Allah. Disiplin puasa baik untuk dilakukan namun mengandung bahaya bila cara dan motivasi kita melakukannya beralih dari mencari Allah kepada mencari perhatian manusia.

Kehidupan agama dan kerohanian pasti mengandung aspek pribadi dan aspek sosial. Peringatan Yesus tentang sedekah, doa, dan puasa ini tidak berarti menganjurkan kita menghindari dimensi sosial keagamaan.

Yang harus kita hindari adalah menjadikan ungkapan-ungkapan keagamaan itu sebagai cara untuk menimbulkan kesan positif tentang kerohanian kita dalam diri orang lain. Kerohanian seperti itu palsu adanya.

Renungkan

Puasa dan kegiatan ibadah yang benar tidak membuat orang lain terkesan tentang kita, tetapi tentang Allah.

Doa Penutup

Ya Yesus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku. Jauhkanlah aku dari sikap dan perilaku yang munafik dalam kehidupanku.

Oleh Roh Kudus-Mu buatlah aku menjadi murid-Mu yang berbuah baik dan banyak, sehingga dengan demikian aku dapat menjadi seorang anak Bapa surgawi yang baik. Amin.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url