Renungan Hari Selasa 05 Oktober 2021

Renungan Hari Selasa 05 Oktober 2021

Renungan Hari Selasa 05 Oktober 2021

Bacaan pertama menunjukkan betapa besar belas kasihan Allah kepada umat manusia. Kejahatan Niniwe sampai di telinga Allah. Tetapi sebelum melaksanakan hukuman, Allah hendak memperingatkan mereka. Untuk itu Yunus diutus kembali. 

Yunus hanya menyampaikan berita penghukuman yang akan Allah jatuhkan, dan sama sekali tidak menyinggung agar mereka bertobat dari tingkah langkah mereka yang jahat (ayat 4). Hal ini menunjukkan bahwa kesediaannya adalah karena terpaksa. 

Ia memang lebih mengharap bangsa itu dihukum daripada bertobat dan diampuni. Tetapi yang di luar harapan Yunus justru terjadi. Bukan hanya raja dan rakyat yang berkabung tetapi juga binatang peliharaan.

Ada lagi hal lain yang mengejutkan dan yang kelak akan membuat Yunus protes kepada Allah. Di luar harapan Yunus, ternyata Allah menyesal ketika melihat pertobatan orang Niniwe. Karenanya Ia tidak jadi membinasakan mereka (ayat 10). 

Dilibatkannya binatang peliharaan untuk berkabung dan berpuasa mungkin dapat mengindikasikan bahwa orang Niniwe sendiri tidak yakin bahwa Allah akan sudi mengampuni mereka (ayat 7-8). Itulah sebabnya ada kemungkinan bahwa penyesalan Allah adalah sesuatu yang tidak diduga oleh orang Niniwe.

Sepertinya cerita ini banyak berisi hal-hal yang tidak terduga. Di satu sisi Yunus tidak menduga bahwa orang Niniwe akan menanggapi pemberitaannya, dan di lain sisi orang Niniwe sendiri tidak menduga bahwa Allah akan menanggapi juga perkabungan mereka. 

Benarlah firman Tuhan yang disampaikan oleh nabi Yesaya: “Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba (Yes. 1:18).” 

Allah tidak pernah menolak mereka yang menyesali dosanya. Sekalipun kita merasa bahwa kita sudah sangat jauh dari Tuhan, tetapi sesungguhnya Ia tidak pernah berlambat-lambat untuk mendengar seruan umat-Nya.

Bacaan Injil

Bacaan Injil hari ini menampilkan Marta yang marah pada Tuhan. “Melayani Tuhan” jelas merupakan aktivitas yang mulia, apapun bentuknya. Oleh karena itu seharusnya dilakukan dengan sikap yang benar pula. Namun kadang kala orang mengalami disorientasi (kesamaran arah) sehingga tidak dapat bersikap sebagaimana seharusnya.

Kisah Maria dan Marta bisa dilihat sebagai dua cara yang bisa dipilih untuk menghayati hidup Kristen; aktif atau kontemplatif. Aktif seperti Marta; dan hidup kontemplatif dicontohkan Maria.

Dikatakan bahwa Maria “duduk dekat kaki Tuhan” (ay. 39). Apa artinya ini? Disini Maria bukanlah terkagum-kagum pada pujaannya, lalu berusaha berada dekat sang idola. Menarik memperhatikan, Paulus juga dikatakan “dididik dekat kaki Gamaliel” (Kis 22:3). 

Dalam terjemahan Indonesia, kata “dekat kaki” memang tidak ada. Yang kita temukan adalah kalimat “dididik dengan teliti di bawah pimpinan Gamaliel”. Secara sederhana, istilah “dekat kaki” ini mau menunjuk sikap seorang yang ingin menjadi murid seorang rabi, dan kelak juga menjadi rabi.

Inilah mungkin yang terjadi pada Marta. Kedatangan Yesus dan murid-murid membuat Marta merasa wajib menjadi tuan rumah yang baik. Tetapi Maria, saudaranya, tidak membantu. Dia malah duduk dengan tenangnya di kaki Yesus. Ini membuat Marta tidak dapat mengendalikan dirinya. 

Bagaimana mungkin Maria membebankan semua kerepotan itu di pundaknya saja, seolah-olah hanya dia yang berkewajiban mempersiapkan suguhan bagi para tamu? Marta juga menujukan kemarahannya pada Tuhan (40). Namun respons Yesus menunjukkan bahwa Ia bukan tidak peduli pada Marta yang bersusah payah menjadi tuan rumah yang baik. 

Hanya saja Yesus melihat bahwa Maria yang duduk di kaki-Nya, yang menyambut Dia dengan tepat. Marta ditegur karena telah khawatir dan menyusahkan diri dengan hal-hal yang tidak hakiki (41). Maria telah memilih yang terbaik (42), yaitu membiarkan Tuhan melayaninya. 

Jika Marta disibukkan dengan pelayanannya kepada Yesus maka Maria disibukkan oleh pelayanan Yesus baginya. Inilah sikap yang dihargai oleh Yesus yaitu sikap seorang murid, yang mau belajar dan mau mendengar.

Sudahkah sikap sebagai murid juga menjadi sikap kita? harus kita ketahui bahwa menjadi murid bukan berarti menyerahkan diri pada kesibukan pelayanan saja! Tetapi jangan sampai kita menempatkan sesuatu yang baik (pelayanan) lebih utama daripada yang terbaik yaitu berpaut pada Allah dengan belajar dan mendengar firman-Nya. Ingatlah bahwa kesibukan melayani Tuhan bukanlah alasan untuk tidak punya waktu merenungkan firman Tuhan.

Sumber https://carekaindo.wordpress.com/ 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url