Renungan Hari Minggu 21 November 2021

Renungan Hari Minggu 21 November 2021

Renungan Hari Minggu 21 November 2021

Empat kekuatan dahsyat.

Pada tahun pertama pemerintahan raja Belsyazar, Daniel mendapat penglihatan di tempat tidurnya. Tampak empat binatang besar naik dari dalam laut, yang satu berbeda dengan yang lain. 

Empat binatang ini menggambarkan bangsa-bangsa kafir yang akan menentang Yang Mahatinggi. Daniel melihat suatu gambaran tentang ancaman bahaya yang besar bagi umat manusia. Ancaman itu sulit dikalahkan karena memiliki kekuatan yang dahsyat.

Yang Lanjut Usianya. Di tengah-tengah ketakutan menghadapi kedahsyatan penguasa dunia, Daniel melihat seorang Yang Lanjut Usianya. Ia adalah Allah yang berkuasa dan berdaulat. Ia adalah Hakim. Ialah yang memberi batas waktu kekuasaan kepada binatang-binatang tersebut. 

Kemudian akan datang seorang Anak Manusia yang dibawa ke hadapan Yang Lanjut Usia. Segala bangsa, suku bangsa, dan bahasa akan mengabdi kepada-Nya. Kekuasaan-Nya kekal, tidak akan lenyap, dan kerajaan-Nya tidak akan musnah.

Renungkan: Begitu banyak bahaya yang terasa begitu dekat dan kuat mengancam hidup. Tetapi ada yang lebih kuat yang kita yakini dan percayai, yang kekuatan dan kekuasaan-Nya melebihi semuanya, yaitu Kristus, Sang Anak Manusia, Allah kita.

Mazmur, Pemerintahan Allah menegakkan bumi.

Mempercayai sepenuh hati dan mengakui melalui kata serta perbuatan bahwa Tuhan memegang kendali atas dunia ini, bukanlah perkara yang mudah. Dengan fakta bahwa dunia ini semakin gelap dan penuh kejahatan yang mengguncangkan hidup, boleh jadi ucapan- ucapan iman tentang kekuasaan Allah yang kekal tinggal slogan kosong saja. 

Mazmur-mazmur penobatan raja dalam pasal 93-99 (kecuali ps. 94), menolong kita untuk memantapkan penglihatan iman kita tentang pemerintahan Allah atas segala sesuatu.

Drama yang digambarkan secara puitis dalam Mazmur ini mungkin mengacu pada peristiwa ketika Allah menjinakkan Laut Merah dan membuat Israel melintasi dasar laut yang telah kering (ayat 3). 

Bisa jadi juga hal itu mengacu pada kepercayaan bahwa laut dengan gelombang ombaknya yang dahsyat melambangkan kekuatan yang mengacaukan dan mengancam kehidupan di bumi. Gambaran mana pun yang dimaksud pemazmur, yang jelas adalah bahwa Allah dilukiskan sebagai raja pahlawan. 

Mazmur ini menegaskan beberapa hal penting tentang Allah. Pertama, Allah adalah Raja (ayat 1). Sebagai Raja, Allah memakai jubah kemuliaan. Tentunya “jubah” di sini adalah sesuatu yang simbolis menunjuk pada hal-hal yang tampak oleh kita yang menyatakan kemuliaan Allah. 

Sesungguhnya segenap isi alam semesta ini menampakkan kemuliaan Allah tersebut. Kedua, Allah berikat pinggangkan kekuatan. Ikat pinggang dipakai pada waktu orang maju berperang.

Pemazmur ingin mengatakan bahwa bagaimana pun kondisi dunia dan sedahsyat apa pun perlawanan dewa-dewa Kanaan (digambarkan sebagai gelora lautan), Allah tetap mengendalikan dunia ini. Itulah dasar untuk percaya bahwa bumi ini tetap tegak. Ini adalah pernyataan iman yang tidak saja melihat ke belakang, tetapi juga ke masa kini dan masa depan dengan penuh pengharapan.

Dengan tujuan mengakarkan keyakinan ini dalam-dalam, pemazmur mengakhiri mazmur penobatan ini dengan pengajaran. Hal ini serupa dengan yang dibuat dalam Mazmur 19. Perenungan tentang perbuatan Allah berpuncak pada ajaran Firman tentang Allah.

Renungkan: Bila situasi dunia ini membuat kita meragukan pemerintahan Allah, lihatlah keajaiban-keajaiban perbuatan tangan-Nya dalam alam dan sejarah, dan renungkanlah firman-Nya dalam Kitab Suci.

Bacaan kedua, Pesan penting di masa gawat.

Di tengah badai aniaya yang melanda umat-Nya, Tuhan Yesus memberikan wahyu kepada hamba-Nya, Yohanes untuk menghibur dan meneguhkan mereka. Dengan setia Yohanes bersaksi tentang wahyu yang telah diterimanya. Ia menuliskannya bagi ‘hamba-hamba Kristus’ (ayat 1) yang sedang menjalani masa uji dalam rangka pemurnian menjelang pemuliaan. 

Bagi “ia yang membacakan dan mereka yang mendengarkan kata-kata nubuat ini, dan yang menuruti apa yang ada tertulis di dalamnya” disebut berbahagia atau terberkati. Maksudnya jelas, menekuni dan mengamalkan Kitab Wahyu akan mendatangkan berkat bagi orang percaya dan jemaat, yakni ketangguhan menjalani masa uji yang penuh penderitaan, dan kemuliaan surgawi sebagai orang-orang yang menang.

Penghiburan dan peneguhan yang Tuhan Yesus sampaikan kepada umat-Nya, bertitik tolak dari hubungan antara Allah dengan umat-Nya, dengan mengedepankan kedaulatan karya-Nya. Kasih karunia, yang menjadi pokok keselamatan kita, dikatakan ‘menyertai kamu’ (ayat 4). 

Ungkapan ini menyiratkan kebenaran mendasar dalam keselamatan kita, bahwa sekali kita berada dalam kasih karunia Allah, selamanya kita berada dalam kasih karunia tersebut. Damai sejahtera, yang berarti kedamaian dan kesentosaan jiwa karena kepastian telah diperolehnya demai dengan Allah, juga dikatakan beserta umat-Nya.

Itu berarti, bagi orang-orang yang berada dalam kasih karunia Allah, damai sejahtera hadir, dan di saat-saat topan kesengsaraan mengamuk, kedua hal itu menjadi bekal sekaligus titik berangkat pengharapan.

Pendeknya, dengan ‘kasih karunia dan damai sejahtera’ bagi umat-Nya, Allah bersama-sama dengan umat-Nya dalam menghadapi masa uji yang paling berat sekalipun. Ya, Allah mengasihi umat-Nya dan tidak membiarkan mereka berjuang sendirian. Allah sendiri tampil sebagai titik tekan penghiburan dan peneguhan itu.

Renungkan: Jaminan kemenangan bagi orang percaya yang sedang mengalami pergumulan mahadahsyat akan dikuatkan dan diteguhkan dengan pernyataan Tuhan Allah yang kekal berdaulat, Pencipta dan Penggenap sejarah umat manusia.

Injil hari ini, Yesus dan Pilatus

Memperalat orang lain untuk melakukan kejahatan bagi kepentingan diri sendiri merupakan perbuatan licik yang tidak manusiawi. Apalagi jika hal itu dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya beriman! 

Namun begitulah orang Israel. Mereka tidak mau membunuh karena dilarang di dalam Hukum Taurat (ayat 31), bahkan tidak mau menajiskan diri dengan masuk ke gedung pengadilan (ayat 28), tetapi memanfaatkan Pilatus untuk menghukum Yesus (ayat 30).

Di sisi lain, melakukan keinginan orang lain dengan tujuan menjaga stabilitas keamanan dan kenyamanan diri, juga merupakan tindakan bodoh! Seperti itulah Pilatus. Meskipun awalnya ia tidak mau menerima perkara Yesus (ayat 31), tetapi kemudian ia terima juga limpahan tanggung jawab untuk mengadili Yesus. 

Ia tidak mau mempertaruhkan jabatannya apabila kemudian terjadi kerusuhan karena perkara itu. Salahkah Pilatus? Ya, karena ia tidak mendasarkan tindakannya di atas kebenaran.

Seperti Pilatus, memang kita tidak dapat menghindar dari pengambilan keputusan mengenai sikap kita terhadap Yesus. Sebab itu, berusahalah untuk mengenal Dia dan putuskanlah bagaimana Anda harus bersikap terhadap Dia! 

Apakah Anda akan menganggap Dia sebagai salah satu nabi atau pengajar kebenaran? Atau menerima Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan? Ingatlah bahwa konsekuensi keputusan kita saat ini adalah nasib kekal kita kelak.

Bagaimana dengan Yesus sendiri? Sikap-Nya sangat jelas. Dia lebih setia kepada sabda Allah sekalipun harus mengorbankan jiwa raga, ketimbang menutupi kebenaran firman Allah hanya untuk kepentingan diri sendiri.

Orang yang hidup demi dan untuk hormat serta kemuliaan Allah, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri. Ia akan berani memegang teguh kebenaran sabda Allah, sekalipun orang di sekitarnya tidak setuju. Dia akan mengatakan apa yang benar, dan tetap berpihak pada pelaksanaan kehendak Allah, sekalipun konsekuensinya berat.

DOA: Tuhan Yesus, aku menyembah Engkau sebagai Rajaku! Aku berterima kasih penuh syukur kepada-Mu bahwa Engkau sungguh melindungiku, memperhatikanku, dan mendengarku apabila aku berseru kepada-Mu. Berikanlah kepadaku kebaikan-Mu dan belas kasih-Mu setiap hari sepanjang hidupku. Semoga aku dapat berdiam bersama-Mu dalam Kerajaan-Mu, sekarang dan selama-lamanya. Amin.

Sumber https://carekaindo.wordpress.com/

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url