Renungan Hari Jumat 29 April 2022
Renungan Hari Jumat 29 April 2022
Kegiatan makan minum secara sekilas hanya seperti kegiatan biasa yang tidak banyak arti. Makan dan minum hanya seperti sambil lalu, bahkan orang sering kali menganggap enteng ‘ritual’ makan minum.
Tidak jarang orang makan sesuatu tanpa sadar, yang penting perut kenyang terisisi. Makan minum bagi kebanyakan orang adalah melulu persoalan fisik, perut kenyang perkara menjadi beres.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan dasar biologis manusia. Manusia yang normal pada umumnya memerlukan makan minum yang cukup untuk menjadikan tubuhnya sehat dan aktivitasnya berjalan normal.
Mereka yang tidak teratur dalam hal ini, kita bisa melihatnya pasti ada dampak-dampak tertentu yang berpengaruh dalam kehidupannya. Sering kali kita mengganggap makan dan minum itu sebagai keinginan, kalau saya lapar barulah saya makan.
Sebenarnya kalau kita lihat lebih dalam, makan dan minum merupakan sebuah kewajiban moral, bukan sekedar keinginan. Menjaga tubuh agar tetap sehat dan mendapat suplay makanan ada kewajiban setiap orang.
Memelihara kehidupan adalah panggilan setiap orang. Mereka yang mengabaikan makan dan minum berarti tidak memelihara kehidupan dengan semestinya. Dengan demikian, mereka mengabaikan panggilan untuk memelihara kehidupan.
Hari ini Yesus memberi makan pada banyak orang hanya dengan lima roti dan dua ikan. Memikirkan bagaimana memberi makan banyak orang hampir saja seperti hendak memecah belas posisi para murid.
Menghadapi situasi yang demikian, di satu sisi Yesus mengajari murid untuk peduli pada sesama, disisi lain mereka tidak mempunyai makanan yang cukup, Yesus mengajak para murid untuk rela berbagi seberapapun yang ia miliki. Lima roti tidak begitu berarti bagi lima ribu orang, namun lima roti yang dimiliki seribu orang bisa sangat berarti untuk lima ribu orang.
Atas lima roti dan dua ikan itu, Yesus mengambilnya, mengucap syukur, dan akhirnya membagikannya kepada banyak orang. Hasilnya adalah orang banyak menjadi kenyang dan masih ada kelimpahan makanan yang bisa dikumpulkan kembali.
Orang banyak menjadi kenyang, tetapi itu makanan yang sementara. Kita memerlukan makanan yang abadi, yang mengenyangkan sepanjang masa. Kita perlu makanan yang tidak hanya membuat fisik kita nyaman, namun kita juga perlu makanan yang membuat jiwa kita damai dan tenang.
Yesus menyediakan santapan ilahi, santapan yang tidak membuat orang lapar lagi. Santapan ilahi memberikan janji keselamatan kekal bagi mereka yang percaya dan menyantapnya. Yesus menyediakan tubuh-Nya sendiri menjadi santapan bagi jiwa kita.
Ia merelakan tubuh-Nya dipecah-pecah dan dibagikan kepada banyak orang. Apa yang dibutuhkan dari kita? Percaya pada—Nya dan menyantap makanan jiwa itu dengan penuh syukur.
Setiap hari kita bisa menyantap makanan ilahi dalam Ekaristi. Santapan itu akan berdaya guna jika kita mampu memeliharanya dalam hidup kita setiap saat. Jika apa yang kita makan adalah identitas kita, maka jika kita makan Ekaristi setiap hari, hidup kita menjadi semakin ekaristis, yakni mampu mengambil hidup, mengucap syukur atasnya, dan membagikannya kepada setiap orang.
Semoga makanan dan minum yang kita santap tidak sebatas makanan minuman jasmani. Jiwa kita perlu mendapat santapan rohani, bukan persoalan senang atau tidak, tetapi kita mempunyai kewajiban untuk menyuplai gizi untuk jiwa kita. Yesus menjanjikan makanan rohani yang memberi jaminan keselamatan kekal. Mari datang kepada-Nya dan menyantap jamuan ilahi-Nya.
Doa
Allah Bapa yang perkasa, Engkau menghendaki Putra-Mu menderita di salib untuk mengenyahkan kuasa musuh dari kami. Semoga abdi-abdi-Mu, kelak memperoleh rahmat kebangkitan.
Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
Sumber https://www.renunganhariankatolik.id/
Sumber gambar google.com