Renungan Hari Minggu 01 Mei 2022

Renungan Hari Minggu 01 Mei 2022

Renungan Hari Minggu 01 Mei 2022

Seorang pria berkata kepada gurunya, “Guru, saya sudah bosan hidup. Benar-benar jenuh. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apa pun yang saya lakukan selalu gagal. Saya ingin mati.” Sang guru tersenyum dan berkata, “Oh, kamu sakit?” “Tidak guru, saya tidak sakit. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati.”

Seolah tidak mendengar pembelaannya, sang guru meneruskan, “Kamu sakit; dan penyakitmu itu bernama, ‘Alergi Hidup’. “Guru, saya mau mati saja!” “Baiklah, kalau kamu mau mati ambillah botol obat ini. Nanti malam, minumlah separuh dan sisanya kauminum besok sore jam 6, besok malam jam 8 kau akan mati dengan tenang.”

Setibanya di rumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut “obat” oleh sang guru tadi. Lalu, ia merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah. Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang.

Sesuatu yang tak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Ini adalah malam terakhirnya. Ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya sangat harmonis.

Keesokan harinya, setelah bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya; dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Setengah jam kemudian ia kembali ke rumah dan istrinya masih tidur.

Kemudian ia masuk ke dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, “Hari ini, Bos kita koq lain ya?” Sikap mereka pun langsung berubah. Mereka menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!

Tiba-tiba segala sesuatu disekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan menghargai setiap pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.

Pulang ke rumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. “Ma...., sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkanmu.” Anak-anak pun tak ingin ketinggalan, “Ayah, maafkan kami semua.

Selama ini, ayah selalu tertekan karena perilaku kami.” Tiba-tiba hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya?

Ia mendatangi gurunya lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi, “Buang saja isi botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu.

Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan, kunci kebahagiaan dan jalan menuju ketenangan."

Pria itu mengucap terima kasih dan menyalami sang guru, lalu pulang ke rumah untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Itulah sebabnya ia selalu berbahagia, selalu tenang, selalu Hidup!

Injil yang kita dengarkan hari ini, mengajarkan kita untuk melakukan perbuatan baik dalam hal-hal yang kecil dan sederhana. Dari situlah kita menemukan kebahagiaan yang sejati. Kata Yesus, “Marilah dan sarapanlah.

Yesus maju ke depan, mengambil roti dan memberikannya kepada mereka, demikian juga dengan ikan itu.” Dalam peristiwa ini, Yesus berada di pantai, menyiapkan sarapan bagi orang-orang yang lapar dan lelah.

Semuanya begitu sederhana, begitu menyenangkan. Yesus amat memperhatikan mereka. Namun, apakah kita percaya bahwa Yesus memperhatikan kita?

Sesudah kebangkitan, para murid kembali ke Galilea, dalam hidup yang sederhana, dalam kebersamaan dan dalam kerja. Mengapa Injil memilih untuk menceritakan kisah yang sederhana dan menyentuh hati?

Kalau kita membaca Injil Yohanes berulang-ulang, saya yakin bahwa ia mengisahkan kepada kita mengenai kehadiran Yesus yang bangkit dalam kenyataan hidup sehari-hari. Ia ingin agar kita ingat bahwa Yesus menjumpai kita di mana pun kita berada.

Kita tidak harus melakukan hal-hal yang istimewa kecuali mencintai dan melayani orang lain dalam kuasa Yesus yang bangkit. Kedengarannya sederhana, meskipun dalam kenyataan tidak demikian. Dalam hidup kita sehari-hari, amat mudah muncul konflik. Relasi dapat menjadi sulit.

Sabda Tuhan Minggu Paskah III ini mengajak kita untuk sekali lagi ikut serta bersama para murid yang jumlahnya 7 orang mengalami penampakan Yesus. Petrus, Thomas, Natanael, Yohanes dan Yakobus (anak-anak Zebedeus), dan 2 murid yang lain.

Dua murid terakhir tidak disebut namanya oleh penginjil Yohanes untuk memberi kesempatan bagi kita masing-masing memasukkan nama kita di antara ketujuh murid tersebut sehingga kita pun dapat mengalami penampakan dan kehadiran Yesus dalam kontemplasi.

Pada kisah penampakan Yesus yang ketiga ini (Yoh 21:14), Yohanes menampilkan kisah penampakan yang lain dari kisah-kisah sebelumnya. Pada penampakan pertama (Yoh 20:19-23) dan kedua (Yoh 21:26-29), Yesus tiba-tiba hadir pada saat para murid sedang berkumpul di suatu tempat dengan pintu-pintu terkunci karena mereka takut.

Mereka masih mengingat dan memikirkan pengalaman bersama dengan Yesus sampai pada saat Ia menderita dan wafat di salib. Kendati mereka merasa galau dan pupus harapan karena ditinggalkan oleh Yesus, namun mereka masih menunggu janji Tuhan yang akan bangkit.

Pada Yoh 21 ini, para murid sudah sungguh-sungguh pupus harapan. Mereka sudah ingin meninggalkan pengalaman bersama Yesus, tidak mau lagi mengingat kebersamaan dengan Yesus dengan segala apa yang dilakukan dan diajarkan-Nya serta tidak ingin lagi memikirkan kebangkitan Yesus.

Simon Petrus, berisisiatif untuk kembali ke kehidupan biasa, mencari nafkah dengan menangkap ikan dan menjalani hari demi hari seperti saat belum mengenal Yesus (Yoh 21:3). Murid-murid yang lain pun kemudian mengikutinya.

Pada saat mereka sudah kembali dalam kehidupan sehari-hari itulah, Yesus mendatangi mereka. Ia hadir dan menyapa mereka dalam kehidupan yang rutin, biasa dan nyata. Ia masuk dalam urusan dan pergulatan para murid. Semalam-malaman, mereka bekerja keras, tetapi “tidak menangkap apa-apa” (Yoh 21:3).

Ketika hari mulai siang, Yesus berdiri di tepi danau. Para murid tidak mengenali-Nya. Ia menunjukkan kepada mereka tempat di mana mereka dapat menangkap ikan, yaitu agar mereka menebarkan jala di sebelah kanan perahu (Yoh 21:6).

Dengan cara ini, Yesus sungguh masuk dalam urusan dan kehidupan para murid, tanpa para murid bisa mengenali-Nya secara cepat dan langsung. Pelan-pelan, toh akhirnya mereka mampu mengenali-Nya.

Dimulai dengan Yohanes yang yakin bahwa orang itu adalah Tuhan, kemudian memberitahu Petrus “Itu Tuhan” (Yoh 21:7). Maka, Petrus dan para murid yang lain pun segera datang kepada Yesus, yang ternyata sudah menyiapkan sarapan bagi mereka: menyiapkan api arang dan di atasnya ada ikan dan roti (Yoh 21:9). Sebagian ikan hasil tangkapan mereka ditambahkan dan kemudian mereka sarapan bersama (Yoh 12:10-13).

Sesudah sarapan, Yesus menanyai Simon Petrus mengenai komitmennya untuk mencintai Yesus dan kesediaannya untuk diutus mengembalakan domba-domba-Nya. Petrus, yang semula sudah pupus harapan, ingin meninggalkan pengalamannya bersama Yesus dan kembali dalam kehidupan sehari-hari sebelum mengenal Yesus, kini ditanya langsung oleh-Nya, empat mata, setelah diberi sarapan lagi!

Maka, harapan Petrus pun bangkit lagi, hatinya kembali berkobar untuk hidup demi Yesus: mencintai-Nya sehabis-habisnya dan berkomitmen untuk menjalankan perutusan dari-Nya. Hasilnya, ketika ia bersama teman-temannya mengalami kesulitan dalam mengemban perutusan dari Tuhan, seperti yang dikisahkan dalam bacaan pertama, mereka tidak gentar.

Mereka dicurigai kemudian dibawa ke Mahkaman Agama dan ketika dilarang keras untuk mewartakan Injil, mereka tidak takut tetapi terus maju. Mereka menghadapi aneka penderitaan itu dengan gembira (Kis 5:27b-32).

Beberapa pesan dan inspirasi yang dapat kita timba dari kisah pengalaman penampakan Yesus ini, antara lain:

Pertama, dengan kebangkitan-Nya, Yesus hadir di mana saja dan kapan saja, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Sebagaimana ia hadir dan masuk dalam kehidupan sehari-hari para murid, bahkan ketika mereka sudah melupakan Dia, Yesus pun selalu hadir, masuk, dan menyertai kita dalam kehidupan kita sehari-hari, juga pada saat kita sibuk dan tidak sempat memikirkan Dia.

Kedua, kehadiran Tuhan dalam kehidupan kita adalah kehadiran yang membawa berkah sebagaimana kehadiran-Nya dalam kehidupan para murid membuat usaha mereka yang semula tidak ada hasilnya (tidak menangkap apa-apa) menjadi berhasil secara melimpah. Bersama Tuhan, usaha-usaha kita tentu akan lebih berhasil secara optimal dan hidup kita menjadi lebih berbuah secara melimpah.

Ketiga, kehadiran Yesus yang menjamin hidup kita, sebagaimana ia telah menyediakan sarapan bagi para murid, hendaknya semakin meningkatkan komitmen kita untuk sungguh mencintai Dia dan setia menjalankan tugas perutusan dari-Nya sesuai dengan tugas, peran dan panggilan kita masing-masing.

Doa 

Allah Bapa kami yang kekal dan mahakudus, curahilah kami Roh Yesus Putra-Mu, yang telah Kaubangkitkan dari alam maut. Ampunilah dosa kami, bila kami mendengarkan sabda-Mu dan jadilah kami putra dan putri-Mu, yang berkenan di hati-Mu.

Dengan pengantaraan Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama Dikau, dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin.

Sumber https://www.renunganhariankatolik.id/

Sumber gambar google.com


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url