Renungan Hari Rabu 5 Juni 2024
Renungan Hari Rabu 5 Juni 2024
Bapak, Ibu dan Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, Pada Renungan Harian Rabu 5 Juni 2024. Dalam Bacaan Injil Markus 12:18-27 hari ini mengisahkan tentang Allah bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup.
Dari generasi ke generasi.
Seperti kebiasaannya, Paulus telah menegaskan seperti apa hubungan antara dirinya dengan penerima surat melalui salam pembuka suratnya. Timotius adalah “anakku yang kekasih;” anak rohaninya.
Ketika Paulus menegaskan dirinya sebagai “rasul Kristus Yesus oleh kehendak Allah,” tersirat pernyataan bahwa Timotius adalah ahli warisnya di dalam pemberitaan “janji tentang hidup dalam Kristus Yesus” tersebut (ayat 1).
Timotius akan meneruskan pelayanan Paulus. Hubungan keduanya tidak hanya ikatan emosional, tetapi juga merupakan pembentukan kepada seorang pelayan muda dari seorang senior yang akan menyelesaikan tugasnya (ayat 4:6-8).
Paulus mengingatkan Timotius bahwa, sebagaimana “nenek moyangnya,” umat zaman Perjanjian Lama yang setia kepada Allah, dirinya juga melayani Allah dengan hati nurani yang murni (ayat 3).
Paulus melihat adanya kesinambungan antara pelayanan yang dilakukan dirinya dengan yang dilakukan oleh generasi sebelumnya yang setia kepada Allah. Karena itu, Paulus juga mengajak Timotius melihat hal yang sama pada dirinya.
Timotius tidak hanya memiliki Paulus sebagai bapak rohaninya, ia juga memiliki keluarga yang memiliki warisan rohani. Lois, neneknya, dan Eunike, ibunya, memiliki iman yang tulus ikhlas (ayat 5).
Dalam 1 Timotius, Paulus telah menulis bahwa hati nurani yang murni dan iman yang tulus ikhlas akan menghasilkan kasih (ayat 1Tim 1:5) dan menjadi perlengkapan bagi perjuangan seorang pelayan Tuhan (ayat 1Tim 1:18).
Kesimpulan bagi kita adalah, Paulus ingin Timotius menyadari siapa dirinya; Timotius adalah penerus perjuangan iman dari generasi-generasi sebelumnya. Kesadaran akan hal ini akan menimbulkan rasa tanggung jawab yang lebih besar, sekaligus juga dasar yang lebih kokoh bagi pelayanannya, di dalam penyertaan “kasih karunia, rahmat, dan damai sejahtera dari Allah Bapa kita dan Kristus Yesus, Tuhan kita” (ayat 2).
Dalam ketiga ayat ini, Paulus menasihatkan dan memperingatkan Timotius untuk melakukan tiga hal.
Pertama, untuk mengobarkan karunia Allah yang diterimanya melalui penumpangan tangan Paulus (ayat 6). Karunia yang dimaksud di sini adalah segala pemberian Allah yang memungkinkan dan memperlengkapi Timotius untuk melayani di jemaat Efesus (bdk.1Tim 4:14). Karena itu, Paulus menasihatkan Timotius untuk mempergunakan karunia itu dengan lebih “berkobar lagi.”
Kedua, agar Timotius tidak merasa malu untuk memberitakan Injil dari Tuhan. Kemungkinan untuk merasa malu ini nyata bagi Timotius, karena Injil itu adalah dari Tuhan Yesus Kristus yang mati disalibkan sebagai seorang kriminal; Injil yang juga diberitakan oleh Paulus yang kini meringkuk sebagai tahanan (ayat 8a).
Ketiga, agar Timotius mau ikut menderita bagi Injil tersebut (ayat 8b). Kata “ikut menderita” di ayat ini mengandung makna berbagi penderitaan.
Hal yang patut direnungkan lebih mendalam lagi adalah alasan-alasan mengapa Paulus meminta Timotius untuk melakukan ketiga hal tersebut. Paulus menunjuk pada apa yang telah Allah persiapkan. Allah sendiri yang telah memberikan karunia yang mempersiapkan dan memperlengkapi Timotius untuk pelayanan yang sedang dilakukannya.
Selanjutnya, Allah tidak memberikan “roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban” (ayat 7). Kata “roh” yang disebut terakhir jelas menunjuk kepada Roh Kudus.
Hanya Allahlah sumber kekuatan, terutama yang sanggup memberi kekuatan bagi umat Kristen dalam penderitaan. Karena itu, hanya Roh Kudus yang sanggup membangkitkan kekuatan dalam diri orang Kristen untuk menghadapi tiap tantangan.
Juga hanya Roh Kudus yang sanggup membangkitkan kasih di dalam diri orang Kristen secara pribadi, dan di antara sesama umat Kristen, dan dalam kesaksian mereka dengan orang lain. Terakhir, hanya Roh Kudus juga yang sanggup menjadi sumber ketertiban hidup atau disiplin diri.
Paulus menjelaskan bahwa Injil yang ia beritakan adalah karya penyelamatan dan panggilan Allah, dan berdasarkan “maksud dan kasih karunia-Nya sendiri” yang telah ditentukan “sebelum permulaan zaman,” yaitu sebelum penciptaan (ayat 9).
Kini, keselamatan itu telah dinyatakan di dalam Yesus Kristus Juruselamat, yang “telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa” (ayat 10). Kata-kata ini bermakna bila dimengerti dalam konteks kafir dunia Romawi.
Keselamatan ditentukan hanya berdasarkan amal bakti seseorang, sementara dewa-dewi kafir tidak pernah konsisten dan mudah berubah pikiran. Karena itu, berita yang disampaikan Paulus itu adalah sesuatu yang sangat berbeda dan luar biasa.
Untuk Injil inilah, Paulus menjadi pemberita, rasul, dan guru (ayat 11). Bahkan, dari kata-kata selanjutnya dapat disimpulkan: Injil adalah alasan mengapa Paulus mau menderita dan bertahan. Sebab Paulus tahu bahwa Allah yang dia percayai adalah sumber keselamatannya dan panggilannya (ayat 9), dan berkuasa memelihara segala yang Allah percayakan kepadanya (ayat 12b).
Berdasarkan hal ini, Paulus meminta Timotius meneladaninya, juga memelihara “harta yang indah,” yang adalah pengajaran rasuli yang diterimanya dari Paulus.
Mazmur, Pengharapan di tengah hinaan.
Olokan dan hinaan dapat merupakan ujian berat bagi orang beriman yang menyebabkan iman dan kesetiaan orang kepada Tuhan luntur atau goyah. Namun penghinaan yang dilontarkan orang-orang sombong kepada pemazmur tidak mampu menggoyahkan pengharapannya kepada Tuhan.
Ia tahu tempat pengaduan yang tepat, yang sanggup menyatakan belas kasihan kepadanya. Meneladani pemazmur, orang Kristen seharusnya tidak dikendalikan oleh situasi atau perlakuan orang yang tidak menyukainya, tetapi belajar tegar dalam menampik segala olokan dan hinaan, sehingga pada akhirnya orang Kristen akan nyata kebenarannya.
Memiliki keyakinan bahwa ada pengharapan yang pasti di dalam Tuhan akan meneguhkan kita dalam mempertahankan iman di tengah penghinaan.
Inilah “risiko” menjadi murid Kristus yang mendapatkan perlakukan yang sama dari dunia yang membenci-Nya. Kesadaran ini mempersiapkan kita dalam menghadapi penghinaan dan sambutan kurang ramah dari orang-orang yang kita layani atau lingkungan kita.
Anugerah-Nya cukup bagi kita, sehingga kita memiliki hikmat untuk menyelami pikiran dan kebutuhan mereka. Kerinduan untuk memenangkan mereka bagi Kristus akan menumbuhkan kerelaan menerima penghinaan yang layak bagi kita.
Injil hari ini, Setelah kematian
Orang Saduki adalah orang Yahudi yang kaya dan berpendidikan. Jumlah mereka sebenarnya sedikit, tetapi pengaruh mereka besar hingga banyak yang menduduki posisi penting dalam kepemimpinan bangsa.
Orang Saduki hanya percaya pada pengajaran Perjanjian Lama. Mereka tidak mengikuti tradisi yang dianut oleh orang Farisi. Mereka tidak memercayai kebangkitan dengan alasan mereka tidak menemukan pengajaran tentang kebangkitan dalam Perjanjian Lama.
Mereka percaya bahwa ketika tubuh mati, jiwa pun mati. Maka pertanyaan yang diajukan kepada Yesus seolah bermaksud mengolok-olok.
Menurut Yesus, keadaan setelah kebangkitan tidak lagi sama seperti kehidupan sebelum kematian. Sebab keadaan setelah kebangkitan lebih tertuju kepada persekutuan bersama-sama dengan Allah dan tidak lagi terikat dengan hal-hal duniawi.
Itulah yang dimaksudkan Yesus dengan ungkapan “Hidup seperti malaikat di surga” (ayat 25). Yesus juga secara langsung mengambil contoh dari kitab Musa (kitab yang sangat dihargai oleh orang Saduki) untuk lebih memperjelas pernyataan-Nya: “Allah bukanlah Allah orang mati melainkan Allah orang hidup”.
Dengan berbuat demikian Yesus menunjukkan bahwa sebenarnya orang-orang Saduki itu tidak mengerti benar isi kitab yang mereka hargai.
Kita belajar bahwa roh akan tetap hidup ketika tubuh mati. Namun roh akan mendapat tubuh baru, yaitu tubuh kebangkitan atau tubuh yang kekal.
Pertanyaan orang Saduki tentang kebangkitan menunjukkan bahwa mereka tidak memahami pernyataan firman mengenai kebangkitan. Mereka tidak menyadari bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang ke dalam kehidupan yang berbeda dari sebelumnya.
Banyak orang yang berusaha mengungkapkan misteri di balik kematian. Namun apa yang Yesus katakan memberi gambaran bahwa kematian bukanlah akhir hidup, melainkan sebuah permulaan hidup yang baru. Masalahnya, apakah keseharian kita diberdayakan oleh kerinduan memasuki janji kehidupan kekal itu?
Doa Penutup
OA: Bapa surgawi, Engkaulah pengarang dan penopang semua kehidupan.
Oleh kematian dan kebangkitan Putera-Mu, Engkau telah menjanjikan kepada kami suatu kehidupan yang telah ditransformasikan dalam kehadiran-Mu.
Melalui Roh-Mu, tolonglah kami untuk tetap setia sementara kami mengantisipasi sukacita kehidupan abadi. Amin.(Lucas Margono)