Renungan Hari Minggu 05 Juni 2022
Renungan Hari Minggu 05 Juni 2022
Hari Raya Pentakosta, adalah hari raya turunnya Roh Kudus atas para Rasul dan kita umat Kristiani.
Pada peristiwa Pentakosta, para Rasul dikaruniai bahasa yang dimengerti pendengarnya. Bahasa yang sering memicu perselisih dan perpecahan, melalui Pentakosta, menjadi bahasa yang mempersatukan.
Bahasa Pentakosta, bahasa saling pengertian. Petrus tampil dalam bahasa ibunya dan semua orang yang mendengarnya menangkap dan mengerti.
Bahasa Roh itulah bahasa kasih yang memenuhi hati, menggerakkan, menyemangati, dan membaharui. Hanya dalam bahasa kasih, orang diteguhkan dan dipersatukan.
Hanya dalam bahasa kasih, orang dapat saling mengasihi. Bahasa kasih membawa damai. Itulah Pentakosta, hari anugerah Roh Kudus kepada Gereja.
Yesus mengamanatkan: “Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian sekarang Aku mengutus kamu. Kamu juga harus bersaksi”.
Ini panggilan perutusan Tuhan kita untuk memberi kesaksian tentang bahasa Pentakosta, bahasa saling pengertian, dan perdamaian, bahasa kasih yang membawa persatuan, saling meneguhkan.
Kita diutus untuk menjadi pembawa damai bila terjadi kebencian, pembawa cintakasih bila terjadi penghinaan, pembawa pengampunan, bila terjadi perselisihan pembawa kerukunan.
Bila terjadi kebimbangan, pembawa kepastian. Bila terjadi kesesatan pembawa kebenaran. Bila terjadi kecemasan, pembawa harapan. Bila terjadi kesedihan, pembawa sumber kegembiraan. Bila terjadi kegelapan, pembawa terang.
Semangat ini harus dimiliki oleh semua kita yang menerima Roh Kudus. Ini semangat Pentakosta. Tentu ini tidak mudah. Banyak tantangan dan kesulitan. Tapi kita tidak harus takut bila hati dan hidup kita dipenuhi Roh Kudus.
Maka, “Datanglah ya Roh Kudus. bersihkanlah yang cemar, siramilah yang gersang, pulihkanlah yang terluka, lunakan yang keras, cairkan yang beku, arahkan yang sesat. Ajarilah kami, bahasa cintaMu, agar kami dekat padaMu”.
Paus Fransiskus mengingatkan kita akan tiga musuh dalam kehidupan bersama, yang lebih buruk dari pandemi korona, yaitu: narsisme, viktimisme dan pesimisme. Maka menghadapi musuh-musuh ini, perlu kita memaknai dan menghayati ungkapan ‘Rupa-Rupa Karunia tapi Satu Roh.’
Kekristenan sekarang, maupun awali, ada dalam keberagaman pandangan, pilihan, sensibilitas, namun, “prinsip kesatuan dalam Roh Kudus, adalah Satu yang menyatukan rupa-rupa.
Begitulah Gereja lahir: kita yang beragam disatukan dalam Roh Kudus. Paus mendesak kita untuk mengatasi “godaan buruk”, dengan “memandang iman kekristena seturut cara pandang Roh Kudus.”
Roh Kudus menjumpai kita dalam keberagaman untuk mengatakan bahwa kita memiliki hanya satu Tuhan yaitu Kristus, dan satu Bapa; dan karena itu kita semua adalah saudari dan saudara.
Ini sebagai titik berangkat, memandang Gereja sebagaimana Roh Kudus memandang kita dari Bapa dan dari Yesus Kristus lalu mencintai dan mengenal keberadaan setiap kita secara utuh dalam Cinta Kasih.
Seperti para Rasul orang-orang sederhana yang dipanggil dalam keberagaman disatukan Yesus tanpa diubah melalui pengurapan Roh Kudus berbicara dengan bahasa Kasih menyatukan umat untuk merajut kesatuan dari keberagaman menuju keharmonisan hidup.
Bagi Paus, kita tidak boleh terkungkung oleh “tiga musuh yang menghalangi pintu hati, yaitu narisisme, viktimisme dan pesimisme. Narsisme akan membuat orang jatuh dalam mengidolakan diri, menjadi egois dan hanya menyukai apa yang menguntungkannya.
Viktisisme membuat orang selalu mengeluh dan berpikir negatif, merasa tidak ada orang memahami dirinya. Sedangkan orang yang pesmis melihat semua gelap”.
Bagi Paus Fransiskus, orang yang jatuh dalam tiga musuh ini, akan kehilangan Harapan. Maka marilah kita merasa lapar akan harapan sehingga menghargai karunia kehidupan yang ada pada kita dengan pemberdayanya Roh Kudus.
Bersama Paus Fransiskus, mari kita menerima Roh Kudus sebagai kenangan dari Allah, yang membangkitkan ingatan kita akan karunia yang kita terima Semoga Roh Kudus membebaskan kita dari kungkungan egoisme dan menumbuhkan keinginan untuk melayani dan berbuat baik.
Hari Raya Pentakosta, dirayakan pada hari yang kelima puluh setelah Paskah. Dalam tradisi Pernjanjian Lama, pada mulanya Pentakosta merupakan pesta panen yang dirayakan oleh umat Israel setelah mereka menetap di Kanaan pasca pembebasan dari Mesir.
Pesta panen ini diadakan selama 7 Minggu, dan pada hari yang kelima puluh, mereka mempersembahkan korban sajian sebagai ungkapan syukur dan persembahan kepada Tuhan (Im 23:4-24).
Dalam perkembangan selanjutnya, Pentakosta diangkat menjadi pesta liturgis dan maknanya ditarik jauh ke belakang, yaitu ke masa pengembaraan di padang gurun, tepatnya peristiwa penampakan Allah kepada Musa di Gunung Sinai di mana pada saat itu, diturunkan juga Sepuluh Perintah Allah.
Dengan demikian, Pentakosta dimaknai sebagai pesta peringatan atas pembaruan janji Allah dengan umat Israel melalui turunnya Sepuluh Perintah Allah di Sinai (2Kor 15:10-13; bdk. Kel 19:16-20; Ul 5:4-5).
Bagi Gereja yang telah mengalami pembaruan perjanjian dalam diri Yesus, Pentakosta merupakan peringatan atas turunnya Roh Kudus kepada para murid, sebagaimana dikisahkan dalam bacaan pertama (Kis 2:1-11).
Pada hari Pentakosta itu, Roh Kudus turun dalam rupa lidah-lidah api dan hinggap pada masing-masing (ay.3).
Jadi, Roh Kudus merupakan anugerah yang menyentuh masing-masing pribadi, orang per orang, sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing.
Kepada masing-masing orang, Roh Kudus yang satu dan sama memberikan karunia yang berbeda-beda, namun dimaksudkan untuk kepentingan bersama (bdk. 1Kor 12:1-11).
Gambaran lidah-lidah api yang digunakan sebagai tanda turunnya Roh Kudus menunjukkan bahwa karunia Roh Kudus itu merupakan daya ilahi yang mengobarkan semangat hidup dalam beriman, bersaksi, bersekutu, dan melayani sebagaimana yang terjadi dalam diri para murid.
Kita tahu bahwa setelah menerima anugerah Roh Kudus, para murid menjadi semakin beriman dan percaya kepada Yesus sebagai penyelamat (Kis 2:14.21-22).
Mereka menjadi tidak takut tetapi dengan penuh keberanian bersaksi dan mewartakan bahwa Yesus telah bangkit (Kis 2:23-24) serta mengajak orang-orang untuk bertobat supaya diselamatkan (Kis 2:28-40).
Doa
Ya Allah Bapa kami, melalui Pentekosta Engkau telah mempersiapkan Gereja-mu untuk menerima kehadiran Roh-mu, sehingga Engkau sendiri yang bertahta di dalam diri umat-Mu ini.
Ajarkan kami semakin terbuka untuk menyambut kehadiran-Mu dan Engkau memakai kami, menjadi tanda kehadiran-Mu di tengah-tengah kehidupan yang saat ini sungguh-sungguh sedang membutuhkan Engkau.
Semoga karunia-karunia Roh-Mu semakin berlimpah melalui kami umat-Mu, untuk menghibur yang berduka, menyembuhkan yang sakit, membebaskan yang tertekan dan tertindas, serta mewartakan tahun Rahmat-Mu yang telah datang.
Dan Engkau jadikan kami ranting-ranting yang berbuah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan pengendalian diri.
Inilah yang kami rindukan sebagai Pentakosta yang baru. Doa ini kami panjatkan kepada-Mu dengan perantaraan Yesus Kristus, Tuhan kami. Amin.
Sumber https://www.renunganhariankatolik.id/
Sumber gambar google.com